Senin 29 Sep 2014 10:47 WIB

Masjid di Indonesia Belum Ramah Difabel

Rep: c54/ Red: Erdy Nasrul
Sejumlah anak-anak difabel
Foto: Republika/Yasin Habibi
Sejumlah anak-anak difabel

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA—Konstruksi masjid di Indonesia dikeluhkan kaum difabel atau penyandang ketunaan. Menurut mereka, tempat ibadah yang seharusnya aman dan nyaman untuk semua kalangan belum memerhatikan kebutuhan kaum difabel.

Advokat kaum difabel Fathul Arief menggambarkan, sejumlah hambatan yang umum dihadapi para penyandang ketunaan di masjid adalah akses masuk dan akses wudhu. Arif yang juga seorang difabel mencontohkn, akses ke dalam masjid yang umumnya melewati tangga berundak menyulitkan dan membahayakan kaum difabel.

“Juga tempat wudhu. Tempat wudhu biasanya harus melewati genangan air, kadang dasarnya itu licin. Saya harus berpikir ulang kalau mau wudhu, bagaimana kalau saya terpeleset dan jatuh?” ujar Arief, berbicara dalam diskusi tentang hak-hak difabel di Surabaya, Ahad (28/9).

Arief bercerita, pernah dia mengeluhkan kondisi tersebut kepada salah seorang pengurus masjid. “Saya berbicara panjang lebar, dia menjawab simple, ‘mau ibadah saja, kok, repot’, kata dia,” ujar Arief menirukan perkataan sang pengurus masjid.

Arief pun pernah mengeluhkan kondisi tersebut ke Dewan Masjid Indonesia (DMI) Surabaya. Namun, menurut Arief, pengaduannya hanya ditangapi sambil lalu. Meskipun arief sangat ingin mengangkat persoalan hak-hak difabel atas rumah peribadatan, dia masih berpikir akan konsekwensinya. Dia khawatir, isu tersebut akan memicu masalah berbau SARA.

Tak hanya bagi kaum difabel, konstruksi masjid juga dikeluhkan kaum perempuan. Dian, salah seorang aktivis Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jatim menyampaikan, tempat sholat khusus perempuan sering kali berada di lantai dua. “Itu sangat riskan untuk perempuan yang sedang hamil atau perempuan yang sudah renta,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement