Rabu 17 Sep 2014 06:13 WIB
Dakwah di Pedalaman Kalimantan

Cahaya Islam di Tanjung Soke (2)

Sudut Kampung Tanjung Soke, Kecamatan Bongan, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Foto: Republika/Chairul Akhmad
Sudut Kampung Tanjung Soke, Kecamatan Bongan, Kutai Barat, Kalimantan Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, Perjalanan ke Tanjung Soke memang tak mudah. Aspal hanya menghiasi jalan provinsi yang menghubungkan Kutai Barat dengan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Setelah berbelok di pertigaan Kota Resak, akses menuju Tanjung Soke hanya jalan tanah. Berdebu, dan bercampur kerikil. Di jalanan ini, kecepatan maksimal kendaraan roda empat mentok di angka 30 km per jam. Belum lagi harus naik-turun perbukitan.

Sekitar pukul 14.40 WITA, Arief  dan rombongan safari dakwah Pesantren Assalam tiba di Tanjung Soke. Kampung yang terletak di tengah hutan dan dibatasi anak Sungai Mahakam ini tampak lengang. Di lapangan sepak bola di tengah kampung, hanya tampak lima ekor kerbau yang asyik menikmati santap siang.

Rumah-rumah panggung milik warga hampir semuanya terkunci. Dusun ini bak kawasan tak bertuan. Sepi dan sunyi. “Sebagian besar warga tengah ‘merintis’ di hutan,” kata Syahroni, salah seorang warga.

Merintis adalah sebutan warga setempat untuk mengistilahkan pembukaan lahan bercocok tanam baru di tengah hutan. “Karena jarak hutan cukup jauh, sekitar 10-20 kilometer, sebagian besar warga menginap di sana. Mereka baru pulang setelah perbekalan habis,” Syahroni menyambung informasinya.

Hampir seluruh warga Tanjung Soke berprofesi sebagai petani atau peladang. Mereka bercocok tanam di kawasan hutan yang telah diubah menjadi lahan garapan.

Warga menanam padi, palawija, juga sayuran. Hanya mengandalkan air hujan, tak heran jika hasil pertanian mereka kurang maksimal. Bahkan untuk padi, warga hanya panen setahun sekali. Itu pun dengan kualitas yang kurang bagus.

Dengan kondisi tersebut, tingkat ekonomi warga Tanjung Soke dapat dibilang jauh dari kata berkecukupan. Saking susahnya, sampai-sampai warung pun tak ada di kampung ini. “Lagi pula siapa yang mau belanja di warung,” ujar Syahroni. “Pembeli pun tak ada jua.”

Tantangan dakwah

Kampung Tanjung Soke adalah pedalaman terpencil dan terluar di Kutai Barat, berbatasan dengan wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Mayoritas penduduknya adalah Suku Dayak Luangan, sisanya pendatang Bugis dan Banjar.

Syahroni adalah salah satu pendatang tersebut. Ia menjadi bagian dari Kampung Tanjung Soke karena menikah dengan perempuan setempat.

Hanya terdapat 31 rumah dengan 113 penghuni di Tanjung Soke. Sebagian besar warga di kampung yang dibuka pada 1960 itu adalah mualaf. Sebagian lain memeluk Katolik. Akibat kemiskinan, tingkat pendidikan warganya termasuk rendah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement