Kamis 11 Sep 2014 13:38 WIB

Menanti Dai Perekat Umat (2)

Pengasuh Pondok Pesantren Assalam Arya Kemuning KH Arief Heri Setyawan.
Foto: Republika/Chairul Akhmad
Pengasuh Pondok Pesantren Assalam Arya Kemuning KH Arief Heri Setyawan.

REPUBLIKA.CO.ID, MAHAKAM ULU – Usai berceramah di Masjid Muhajirin, KH Arief Heri Setyawan—Pengasuh Pondok Pesantren Assalam Arya Kemuning, Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur—menggelar dialog dengan jamaah.

Johansyah (62), warga Kampung Lutan, menggunakan kesempatan pertama berdialog dengan Arief. Mualaf dari Suku Dayak Bakumpai itu mengungkapkan keprihatinan tentang minimnya pembinaan mualaf di Lutan.

“Jarang ada dai yang mau berdakwah di kampung ini. Entah karena lokasinya yang sulit dijangkau atau alasan lain, saya tidak tahu. Tapi yang jelas, kami butuh pembinaan yang intensif terkait dengan ajaran Islam terutama baca Alquran, shalat, dan lainnya,” ujar kakek yang berprofesi sebagai petani itu.

Kampung Lutan yang terletak di Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur memang tergolong kampung pedalaman. Dari Kampung terdekat, yakni Kampung Datah Bilang yang terletak di pinggir Sungai Mahakam, Lutan masih sekitar empat kilometer lagi.

Tidak terlalu jauh memang. Itu jika akses menuju Lutan melewat jalan beraspal nan mulus. Cerita akan berbeda jika akses kedua kampung ini ditempuh melalui jalan tanah yang dihiasi kerikil-kerikil tajam.

Apalagi kampung ini—seperti kebanyakan kampung di pedalaman di Kutai Barat—belum menikmati listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Warga hanya mengandalkan genset dan listrik tenaga surya untuk penerangan maupun kebutuhan lainnya. Penerangan di Masjid Muhajirin juga menggunakan listrik dari genset. Itu pun tidak setiap saat digunakan karena keterbatasan bahan bakar.

Johansyah juga mengungkapkan, dulu di kampungnya pernah ada dai yang dikirim untuk membina kaum Muslim, namun tak berlangsung lama. “Dai itu sering mengharam-haramkan kegiatan warga yang menggelar tahlilan, membaca surah Yasin, maupun shalawatan,” tuturnya.

Akibatnya, dai yang dianggap terlalu keras itu pun “diusir” dari Kampung Lutan. Karenanya, Johansyah meminta pada KH Arief agar mengirimkan dai atau ustaz yang mau berdakwah dengan mengedepankan sikap toleran terhadap kebiasaan warga setempat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement