Jumat 22 Aug 2014 08:15 WIB

Kemenag: Pengurusan Nikah Melalui Calo Sulit Dihindari

Hatta Rajasa bertindak selaku wali, menikahkan putrinya Siti Noor Azima Rajasa dengan Audy Satria Wardhana di Jakarta, Ahad (20/10).
Foto: Antara
Hatta Rajasa bertindak selaku wali, menikahkan putrinya Siti Noor Azima Rajasa dengan Audy Satria Wardhana di Jakarta, Ahad (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Surakarta Ahmad Nasirin mengatakan, meski pemerintah berusaha membebaskan warga miskin dari pungutan biaya pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA), tetapi kecenderungan pengurusan nikah melalui calo sulit dihindari.

Budaya menyerahkan proses pengurusan nikah melalui orang lain, atau melalui modin (pengurus masjid), masih kuat. Di Solo, hal semacam itu dikenal sebagai monggo borong. Artinya ialah seseorang minta diurusi sampai tuntas melalui modin, kata Nasirin di kantornya, Jumat (22/8).

Warga, lanjut dia, masih enggan mengurus nikah sendiri di KUA. Padahal, bagi umat Muslim yang kesulitan biaya, nikah di KAU sudah dinyatakan gratis alias tidak dipungut biaya. Sayangnya, warga masih memiliki kecenderungan kuat prosesi pernikahan dilakukan di kediaman pada hari libur. "Tentu saja, sesuai dengan aturan yang ada orang yang ingin menikah dikenai biaya Rp 600 ribu per peristiwa pernikahan."

"Biaya yang dikeluarkan sebesar itu bakal lebih besar lagi, karena proses pengurusannya melalui orang lain," ia menegaskan. Bagi jajaran Kementerian Agama di daerah tersebut, lanjut dia, sudah ditegaskan, orang yang melakukan pemungutan atau pun biaya apa pun di luar ketentuan akan dikenai sanksi. Sebabnya ialah itu merupakan gratifikasi.

 

Kemenag melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2014 menegaskan bahwa setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor Urusan Agama Kecamatan atau di luar KUA Kecamatan tidak dikenakan biaya pencatatan nikah atau rujuk.

Aturan lain dalam PP tersebut ialah, dalam hal nikah atau rujuk dilaksanakan di luar KUA Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi sebagai penerimaan dari KUA Kecamatan.

Ketentuan ke-3 ialah warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor KUA Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan tarif Rp 0,00 (nol rupiah).

Ketentuan (4) lebih lanjut berkenaan dengan syarat dan tata cara untuk dapat dikenakan tarif Rp 0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar KUA Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Agama setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.

Selain itu, PP tersebut juga mengatur bahwa penerimaan Negara bukan pajak dari Kantor Urusan Agama Kecamatan atas pencatatan pernikahan dan rujuk yang dilakukan di luar KUA sebesar Rp 600.000.

Salah satu pertimbangan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Agama sebagaimana diatur dalam PP ini adalah untuk meningkatkan pelayanan pencatatan nikah atau rujuk.

PP 48 Tahun 2014 itu ditandatangai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 27 Juni 2014 dan diundangkan pada tanggal yang sama. Disebutkan PP ini berlaku tujuh hari sejak diundangkan, ia menjelaskan.

Untuk menghindari adanya pungutan atau gratitikasi dari petugas KUA Kemenag di Solo, kata dia, sudah dilakukan sosialisasi PP tersebut. KUA di Surakarta ada lima (KUA Banajarsari, Jebres, Pasar Kliwon, Serengan dan Luweyan) dengan jumlah peristiwa pernikahan sekitar tiga ribu per tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement