Selasa 19 Aug 2014 14:18 WIB

Gaza, Pintu Penghubung Dunia (3-habis)

Rep: c78/ Red: Damanhuri Zuhri
Situasi di Gaza, Palestina.
Foto: AP
Situasi di Gaza, Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID,

Pada masa jayanya, Gaza menjadi salah satu pusat berkembangnya peradaban.

Dick Doughty dalam artikelnya, Gaza: Contested Crossroad menulis, karena mengetahui strategisnya posisi Gaza, Nabi Muhammad SAW mengirim pasukan yang dipimpin `Amr bin al-Ash pada 634 M untuk merebut Gaza dari Kekaisaran Byzantium. `Amr bin Ash yang berhasil memetik kemenangan kemudian ditugaskan sebagai gubernur Gaza.

Pada masa dinasti Islam, Gaza menjadi titik penting jalur haji dari Afrika dan utara Gaza. Pada 1187 M, Salahuddin al-Ayyubi berhasil menguasai Gaza dari tangan pasukan Salib.

Namun, ini hanya bertahan selama empat tahun sebelum pada 1191 Gaza kembali dikuasai Raja Richard. Ketika Dinasti Mamluk menguasai Gaza, yakni pada 1250-1517 M, perekonomian Gaza sangat hidup. Keberlangsungan hubungan dagang antara Mesir dan Gaza sangat dijaga.

Ibnu Battutah yang sempat singgah di Gaza pada 1326 menulis, Gaza merupakan kota yang ramai. ''Sangat mudah menemukan pasar di sana,'' tulisnya.

Pada 1348, wabah penyakit melanda kota ini dan menewaskan sebagian besar penduduknya. Tak lama kemudian, tepatnya pada 1352, Gaza tertimpa banjir besar yang memorak-porandakan seluruh penjuru kota.

Pada 1516, Gaza menjelma menjadi kota kecil dengan pelabuhan yang tidak aktif, bangunan-bangunan rusak, dan perdagangan menurun.

Gaza kemudian masuk dalam kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani. Setelah itu, Gaza masuk dalam wilayah British Mandate of Palestine.

Pada 1930-an dan 1940-an, Gaza mengalami perkembangan besar dengan dibangunnya daerah-daerah permukiman baru di sepanjang pantai dan dataran di bagian selatan serta timur. Organisasi internasional dan kelompok misionaris membiayai sebagian besar pembangunan ini.

Gaza diduduki Israel selama Perang Enam Hari pada 1967. Sejak 1970-an, terjadi konflik terus-menerus antara orang Palestina dan Israel di kota ini. Gaza menjadi pusat konfrontasi selama pergolakan itu. Akibatnya, kondisi ekonomi di kota itu terpuruk.

Saat ini, hanya tinggal beberapa bangunan bersejarah yang masih berdiri di Gaza. Di antaranya, Masjid Agung Umar dan Gereja Santo Pophyrius.

Dalam sebuah penggalian, tanah Gaza menyimpan banyak bukti peradaban. Arkeolog al-Mobayed mengungkapkan, setiap melakukan penggalian, ada saja sisa peradaban yang ditemukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement