Oleh: Nashih Nashrullah
George W Bush, dalam sebuah pidatonya di hadapan Muslim AS saat masih menjabat sebagai presiden, pernah mengapresiasi karya-karya Jalaluddin al-Rumi.
Puisi-puisi sufistik yang ditelurkan oleh sufi kelahiran Persia itu sarat dengan makna dan pesan humanis yang universal.
Belum lagi nilai-nilai transendental di dalamnya. Pidato Bush adalah bentuk pengakuan kebudayaan Islam yang ikut berkontribusi dalam peradaban Barat, terlepas dari kebijakan agresi militernya yang dianggap kontroversial.
Bukti lainnya juga menyebutkan bahwa karya-karya Rumi termasuk satu dari sekian buku Islam yang banyak diburu oleh warga AS pascatragedi 11 September.
Rumi memang cukup produktif dengan karya-karya puisi, prosa, dan qashidah. Di antara karyanya yang fenomenal yaitu Al-Matsnawi. Kumpulan syair ini terdiri dari 25.649 bait. Ada lagi Diwan Syams Tabriz yang memuat 36.023 bait. Di antara syair Rumi, berbicara perihal kematian:
Masa akan merebut akhir yang mengagetkan.
Tidak ada waktu lagi menunda
Serigala kematian akan merobek sedekat mungkin, lelucon yang nestapa ini
Tentang relasi Tuhan dan hamba, Rumi menulis demikian:
Sesungguhnya Akulah akhirmu
Jika Aku katakan jangan Engkau pergi ke sana, sungguh aku adalah kekasih-Mu
Aku adalah sumber kehidupan di titik ketiadaan
Pengalaman spiritual seseorang, seperti yang dialami oleh Rumi, menjadi magnet dan gerbang menuju rahasia di balik kata dan susunan kalimat. Pengalaman spiritual sejumlah tokoh sufi juga akhirnya dituangkan dalam karya sastra sehingga sastra Islam pun memiliki kaitan dengan sufisme.