Sabtu 09 Aug 2014 08:21 WIB

Keadaan Terpaksa Membolehkan yang Terlarang (2-habis)

Halal dan haram.
Foto: Blogspot.com
Halal dan haram.

REPUBLIKA.CO.ID, Dari ikatan yang disebutkan di awal, para ulama ahli fikih menetapkan suatu prinsip lain pula, yaitu: adh-dharuratu tuqaddaru biqadriha (darurat itu dikira-kirakan menurut ukurannya).

Oleh karena itu, setiap manusia sekalipun dia boleh tunduk kepada keadaan dharurat, tetapi dia tidak boleh menyerah begitu saja kepada keadaan tersebut, dan tidak boleh menjatuhkan dirinya kepada keadaan darurat itu dengan kendali nafsunya.

Tetapi dia harus tetap mengikatkan diri kepada pangkal halal dengan terus berusaha mencarinya. Sehingga dengan demikian dia tidak akan tersentuh dengan haram atau mempermudah darurat.

Islam dengan memberikan perkenan untuk melakukan larangan ketika darurat itu, hanyalah merupakan penyaluran jiwa keuniversalan Islam itu dan kaidah-kaidahnya yang bersifat kulli (integral).

Dan ini adalah merupakan jiwa kemudahan Islam yang tidak dicampuri oleh kesukaran dan memperingan, seperti cara yang dilakukan oleh umat-umat dahulu.

Oleh karena itu benarlah apa yang dikatakan Allah dalam firman-Nya, "Allah berkehendak memberikan kemudahan bagi kamu, dan Ia tidak menghendaki memberikan beban kesukaran kepadamu." (QS al-Baqarah: 185).

"Allah tidak menghendaki untuk memberikan kamu sesuatu beban yang berat, tetapi ia berkehendak untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu supaya kamu berterima kasih." (QS al-Maidah: 6).

"Allah berkehendak untuk memberikan keringanan kepadamu, karena manusia itu dijadikan serba lemah." (QS an-Nisa': 28). (Halal dan Haram dalam Islam)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement