Oleh: Hafidz Muftisany
Setiap tanggal 1 Mei kini ditetapkan sebagai hari libur nasional. Penanda hari buruh sedunia itu sering diwarnai dengan penyampaian aspirasi pekerja dalam memperjuangkan kesejahteraan. Salah satunya adalah penetapan upah minimum untuk pekerja.
Penetapan upah pekerja di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah lewat kepala daerah. Bekerja sebagai bagian muamalah dipandang sebagai hubungan antara dua pihak saja, yaitu pekerja dan perusahaan.
Akad dan ketentuan yang berlaku dalam muamalah juga diatur antara keduanya, termasuk di dalamnya gaji. Lalu, bagaimana jika pemerintah campur tangan menentukan besaran upah pekerja?
Ketua Persatuan Ulama Dunia Syekh Yusuf Qaradhawi membolehkan campur tangan pemerintah tersebut. Menurutnya, tanggung jawab pemerintah sebagai ulil amri tidak sebatas menjaga keamanan negara saja.
Menyitir sebuah hadis dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Masing-masing kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang kepemimpinannya." (HR Bukhari dan Muslim).
Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA pernah berujar, "Jika ada seekor anak kambing binasa di tepi Sungai Furat, saya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah." Rasa tanggung jawab menyeluruh yang dipikul pemimpin juga dimaksudkan dalam mengatur urusan upah rakyatnya.
Selain itu, Syekh Yusuf Qaradhawi beralasan, campur tangan pemerintah dalam hal ini untuk memastikan keadilan. Terwujudnya keadilan antara pemerintah dan rakyat, pengusaha dan pekerja, adalah dengan memastikan salah satu di antaranya tidak berbuat curang kepada yang lain. Pengaturan ini juga termasuk kewajiban dari seorang pemimpin.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada orang yang berhak menerimanya. Dan menyuruh kamu apabila menegakkan hukum di antara manusia supaya menetapkan dengan adil." (QS an-Nisa [4]: 58).