REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Pertumbuhan Muslim yang pesat memicu kecemburuan non-Muslim.
Dari semua area yang direncanakan, saat ini baru ruang shalat utama yang sudah bisa digunakan, sementara pembangunan terus berjalan sembari menunggu izin untuk dua area lainnya.
Pada 2011, Pemerintah Qatar juga membantu berdirinya bank syariah pertama di Swaziland. Bank syariah ini diharapkan dapat menarik para investor Timur Tengah untuk membuka usaha mereka di Swaziland.
Disudutkan
Pertumbuhan jumlah Muslim dan meningkatnya aktivitas keislaman di Swaziland ternyata mengundang pandangan negatif dari agama lain.
Moshe Terdiman dalam artikelnya, Islam in Swaziland, mengutip artikel dari Time of Swaziland pada 13 Juli 2005, menukilkan penyataan seorang pastor yang mengatakan invasi Islam merupakan awal terbukanya kekerasan dan terorisme di negeri itu.
Pernyataan itu sempat menyulut pertikaian di media massa. Raja Swaziland, Mswati III, mengakhiri kisruh ini dengan mengatakan tak akan mengistimewakan Kristen atas agama lainnya.
Surat kabar Swazi News pada 16 Juni 2007 memuat gambar Emazimu (aksi kanibalisme) di halaman utamanya. Gambar ini sebenarnya gambar dari suku pedalaman Amazon. Pemberitaan yang menyebut munculnya kembali kanibalisme memicu kepanikan warga Swaziland.
Sepekan kemudian, meski bernada menenangkan masyarakat, surat kabar itu merujuk sebutan kelompok kanibal kepada 15 pria Muslim berjenggot asal Pakistan yang sedang berkunjung ke Swaziland.
Opini negatif tak terhenti di isu tersebut. Komunitas Muslim juga disebutkan dengan isu makanan halal. Pada Juni 2010, misalnya, ketika warga Muslim tengah bersukacita dengan hadirnya restoran ayam goreng cepat saji yang bersertifikat halal.
Tetapi, justru surat kabar Times of Swaziland mempertanyakan hal itu. Tak pelak, pemberitaan itu juga memicu cibiran dari sebagian non-Muslim. Mereka mengatakan tidak penting mengetahui ayam di restoran itu halal atau tidak karena konsumennya dari semua golongan.