REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Hingga kini, Muslim Lesotho belum memiliki masjid agung.
Pada 1836, Voortrekkers menduduki sebagian wilayah suku Basotho dan memisahkannya menjadi area otonom, Orange Free State.
Atas mediasi Koloni Inggris yang berada di Cape, Basotho, dan Voortrekkers berhasil menemukan jalan keluar. Pada 1959, Tanah Basotho menjadi bagian Koloni Inggris dan berhasil memerdekakan diri pada 4 Oktober 1966.
Kanal komunikasi lintas agama, Patheos, mengungkap, negara seluas 30.355 kilometer persegi ini dihuni sekira 1,9 juta jiwa dengan mayoritas Kristen.
Jika pemeluk Katolik bisa mudah ditemui di semua wilayah, komunitas Muslim lebih banyak ditemui di Distrik Butha-Buthe, Leribe, dan Berea yang berada di utara Lesotho.
Warga Muslim ada sekira seribu jiwa. Jumlah ini fluktuatif karena ada pula Muslim Lesotho yang beremigrasi ke Afrika Selatan karena biaya hidup yang lebih murah dan keamanan yang lebih terjamin.
Masjid kecil
Komunitas Muslim Lesotho memiliki tujuh masjid kecil, selevel mushala. Mereka dibantu Kedutaan Besar Libya untuk bisa membangun masjid yang lebih besar, pusat pelatihan, dan madrasah. Akan tetapi, mereka mengaku kesulitan mewujudkannya karena terhambat urusan birokrasi.
Rencananya, Oktober 2009, komunitas Muslim Lesotho membangun sebuah masjid, aula komunitas, madrasah, dan rumah imam masjid di sebuah kompleks pusat perbelanjaan di Maseru. Pemerintah Lesotho juga sudah memberi hibah tanah seluas 30 ribu meter persegi untuk itu.
Meski tak ada masjid, Maseru memiliki beberapa tempat ibadah kecil bagi umat Islam dan letaknya memang tersebar.
Di Ladybrad, Afrika Selatan, yang merupakan wilayah terdekat dengan Lesotho, ada sebuah masjid yang sering dikunjungi Muslim Lesotho.