REPUBLIKA.CO.ID, BUKITTINGGI -- Alhamdulillah, di berbagai pelosok termasuk di kaki Gunung Kerinci Provinsi Jambi, selalu ada da’i yang datang silih berganti membina ajaran Islam bagi warga setempat. Salah satunya adalah ulama karismatik asal Kotagadang, Bukittinggi, Buya Masoed Abidin (78 tahun).
Ulama yang saat ini sedang mengkonsentrasikan dakwahnya ke Kepulauan Mentawai, saat bersilaturahim dengan Badan Wakaf Alquran (BWA) di Padang 22 April lalu. Sanng da'i, menceritakan dirinya pun pernah blusukan berdakwah ke Kerinci pada 1980-an. Sekali ke Kerinci ia biasa menginap sekitar satu bulan.
Warga Kerinci relatif lebih mudah menerima dakwahnya, karena tidak sedikit warga yang sebelumnya biasa mendengar ceramahnya di radio. Satu radio baterai (karena belum ada listrik) di dengar beramai-ramai.
Untung saja Buya Masoed bukan satu-satunya da’i yang berdakwah ke Kerinci, sehingga ketika ia mengkonsentrasikan dakwahnya ke daerah lain, tetap ada da’i yang berdakwah di sana dengan caranya masing-masing. Salah satunya dengan menetap di sana dan membuat pondok pesantren.
Menurut pengamatan BWA, saat ini setidaknya sudah ada sembilan pondok pesantren yang berdiri dari utara hingga selatan Gunung Kerinci. Kesembilan ponpes tersebut adalah: Jami’atul Ikhsaniyah Mukhtariyah; Nurul Haq; Hataska; Darunnajah; Raudhatul Ulum; Al Kahfi; Al Muhsinin; Al Arafah; dan Al Fath.
Kaki Gunung Kerinci merupakan salah satu daerah yang aktivitas dakwahnya berkembang, semangat masyarakat untuk belajar Islam cukup tinggi namun mushaf Alquran sangat terbatas. Pimpinan Ponpes Hataska Ustadz Amir Yunus (55 tahun) pun berusaha untuk mendapatkannya dengan berungkali mengirimkan proposal ke Pemda Kerinci.
“Sudah habis sol sepatu kami untuk ngurus proposal meminta bantuan Alquran namun tidak ada respons sama sekali dari pemerintah,” keluhnya belum lama ini.
Begitu juga dengan Jami’atul Ikhsaniyah Mukhtariyah. Ponpes yang berlokasi di Ambai Bawah tersebut cukup jauh dari pemukiman warga, padahal ada ratusan santri di sana. “Untuk mencapai pondok ini kita harus melewati hutan dan jalan tak beraspal yang naik turun sekitar satu kilometer,” ungkap Darminto, penanggung jawab project Alquran Roadtrip Kerinci.
Di pondok ini tidak hanya kesulitan mushaf Alquran, aliran listrik pun belum ada. Maka terpaksa ponpes ini membangkitkan listrik sendiri dengan generator berbahan bakar solar. Aliran listrik hanya menyala saat magrib hingga 11 atau 12 malam.“Kami terpaksa melakukan ini karena tidak ada pilihan, meski biaya solar tinggi, yang penting santri dapat belajar hingga malam hari,” ungkap Pimpinan Jami’atul Ikhsaniyah Mukhtariyah Ustadz Abu Thalhah (39 tahun).
Oleh karena itu, BWA mengajak kaum Muslimin untuk berpatisipasi menyukseskan pendistribusian 4.000 mushaf Alquran wakaf untuk sembilan pesantren tersebut dan berbagai TPQ serta masjid yang tersebar dari utara hingga selatan Gunung Kerinci.
Setiap huruf dari ayat Alquran akan memberikan pahala kepada pembacanya. Yakinlah bahwa orang yang mewakafkannya tentu akan mendapatkan aliran pahala walau dia jauh yang hidup di pulau yang berbeda. Bahkan walau wakif sudah berpulang, pahala akan terus mengalir padanya selama Alquran tersebut masih dibaca.