REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Seni pertunjukan Islami seperti seni pertunjukan lainnya membutuhkan apresiasi baik dari pelaku, masyarakat dan pemerintah. Masalahnya apakah apresiasi itu masih ada.
Pengajar Seni Tari dan Pertunjukan, Universitas Negeri Makassar, Andi Agussalim AJ menuturkan seni pertunjukan Islami merupakan salah satu bentuk medium komunikasi dan interaksi terdekat dengan kehidupan sehari-hari.
"Kini, seni petunjukan Islami menghadapi satu persaingan ketat daru pengaruh global sehingga membutuhkan kreatifitas untuk meraihnya," kata dia ketika berbincang dengan ROL di sela acara Bincang Kreatif Seni Pertunjukan dan Industri Musik di Batam, Sabtu (7/6).
Sebagai contoh saja, kata dia, seni pertunjukan Ma'Biola. Baik musik dan isi liriknya merupakan sajak yang tertanam nilai-nilai ajaran Islam. Dari medium Ma'biola ajaran Islam disosialisasikan dan tersebar secara kreatif. Yang menadi masalah, sisi pengembangan ekonomisnya kecil sehingga pertunjukannya hanya terbatas pada masyarakat Bugis.
"Inilah perlunya apresiasi, baik dari pelaku bagaimana mengemas pertunjukan ini sehingga bisa dinikmati, dan saya percaya masyarakat Barat tidak akan mempermasalahkan kalau isi pertunjukan ini berbau Islami," kata dia.
Dari sisi masyarakat, kata dia, dalam hal ini termasuk pemerintah perlu mendukung dalam penciptaan regulasi yang melindungi hak kekayaan intelektual. Promosi penting, tapi juga ada perlindungan hak. "Pemenuhan hak ini akan mendorong pelaku seni lebih kreatif," kata dia.
Pengajar seni dan budaya, Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Tati Narawati mengatakan realitas tersebut membutuhkan win-win solution. Artinya, perlu intepretasi mendalam yang dilakukan secara komprehensif dan selektif.
"Dimensi negatif dan efek samping dari sebuah seni pertunjukan perlu dianulir dengan lebih menggali pesan spiritual, sosial, dan moralnya," kata dia.