REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan besarnya aset wakaf di dalam negeri bisa mendorong ekonomi lokal berdasar wakaf. Saat ini menurut data Kementerian Agama aset wakaf mencapai 60 miliar dolar AS atau Rp 660 triliun di 2011.
Hanya saja banyak aset wakaf di dalam negeri yang sifatnya tidak produktif. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Mulya E Siregar berpendapat Indonesia harus mulai mengaktifkan wakaf produktif. Indonesia telah memiliki dasar dalam pengembangan wakaf, berupa Undang-Undang Wakaf dan Badan Wakaf Indonesia. ''Undang-undang juga menjelaskan aset wakaf, baik temporer dan tunai,'' tutur dia dalam diskusi 'WIEF-IDB Wakaf Roundtable: Lebih dari sekedar amal, memanfaatkan Wakaf untuk kesejahteraan Ekonomi'di Jakarta, Kamis (5/6).
Mulya menilai wakaf penting dalam pengembangan ekonomi berdasar syariah. Dalam UU Wakaf, wakaf tunai bisa disalurkan melalui lembaga keuangan syariah, takaful, dan lembaga keuangan mikro syariah Dari sana pemberi wakaf bisa menerima sertifikat wakaf dan kemudian pengelola (nazir) bisa mengalokasikan ke instrumen yang ada. Ia mencontohkan bisa diarahkan ke tabungan wadiah atau mudharabah.
Di saat yang sama, aset bisa diasuransikan ke takaful. Selain itu nazir atau pengelola bisa bekerjasama dengan bank syariah. ''Oleh karena itu kita butuh lembaga wakaf kredibel,'' papar dia.