Pertanyaan:
Warga bergotong-royong mengumpulkan uang untuk membeli tanah dengan dalih diwakafkan kepada Muhammadiyah, untuk pengembangan sekolah. Ini merupakan kegiatan tahap pertama. Tahap kedua, bergotong-royong mengumpulkan uang lagi untuk mendirikan gedungnya.
Belum sampai dapat mendirikan gedungnya, Muhammadiyah menerima wakaf dari almarhumah sesepuh Aisyiyah Cabang Baturetno juga dengan maksud untuk pengembangan pendidikan. Karena tempatnya lebih strategis, maka di tanah wakaf yang kedua inilah yang didirikan bangunan sekolah dengan biaya yang sudah lebih dahulu terkumpul, sekalipun masih jauh lebih banyak kekurangannya.
Daripada Muhammadiyah menanggung risiko, karena belum dapat memanfaatkan tanah wakaf yang pertama, apakah boleh tanah wakaf tersebut dijual yang hasilnya untuk menyelesaikan bangunan sekolah yang dibangun di atas tanah wakaf yang kedua, yang hingga kini belum selesai? Atau dengan kata lain, wakaf tanah diganti dengan wakaf gedung.
Jawaban:
Pada dasarnya dibolehkan mewakafkan benda tetap seperti tanah dan benda bergerak seperti rumah, buku, alat-alat perang dan lain-lain. Dasar hukum wakaf benda tetap adalah hadis dari Ibnu Umar.
Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, kenudian dia menghadap Nabi SAW untuk berkonsultasi tentang tanah itu, maka katanya, ‘Saya mendapatkan sebidang tanah (di Khaibar) di mana aku tidak mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku selain daripadanya, maka apakah yang hendak engkau perintahkan kepadaku, sehubungan dengannya?’
Sabda Rasulullah, “Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya.” Maka Umar pun menyedekahkan manfaatnya dengan syarat tanah itu tidak akan dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan.” (HR Bukhari)
Adapun dasar hukum wakaf benda bergerak adalah hadis Nabi SAW riwayat al-Bukhari. “Berkata Nabi SAW, adapun Khalid ia telah mewakafkan baju-baju perangnya di jalan Allah.”
Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah