Jumat 30 May 2014 20:21 WIB

Islam Peduli Mualaf (2)

Mualaf (ilustrasi)
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Mualaf (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

Jumlah mualaf semakin bertambah seiring perluasan wilayah.

Saat Rasulullah SAW berada di Madinah, dibuat pula sebuah kesepakatan bersama antara umat Islam dan Yahudi yang menjamin kebebasan beragama.

Para mualaf yang memiliki keterampilan tertentu juga diberdayakan sesuai potensinya, seperti Nu'aim bin Mas'ud yang masuk Islam saat terjadi Perang Ahzab (Khandak).

Nu'aim menawarkan diri melakukan spionase terhadap musuh karena keislamannya belum diketahui siapa pun dan Rasulullah SAW membolehkan.

Saat terjadi pengusiran Yahudi Bani Nadhir akibat pengkhianatan yang mereka lakukan, Rasulullah SAW juga mengembalikan harta yang dirampas kepada pemiliknya yang masuk Islam. Saat itu, Yahudi Bani Nadhir mengadakan perjanjian dengan kaum Muslim berupa jaminan  perlindungan.

Hingga suatu ketika, Rasulullah SAW datang kepada Yahudi Bani Nadhir guna meminta bantuan tebusan diyat (tebusan ganti rugi).

Di hadapan Rasulullah SAW, Yahudi Bani Nadhir menyanggupi membantu. Tapi, diam-diam mereka berencana menjatuhkan batu besar di atas kepala Rasulullah. Namun, rencana itu gagal.

Saat penaklukan Makkah (Fathu Makkah), Rasulullah SAW juga memberikan kelebihan jumlah harta rampasan perang (ghanimah) kepada para mualaf Makkah. Pengembalian harta rampasan juga dilakukan kepada mereka yang akhirnya menjadi Muslim.

Selepas Rasulullah SAW wafat, Khalifah Abu Bakar berupaya melindungi keimanan para mualaf dari berbagai suku yang jauh dari Madinah dengan mengirimkan pasukan.

Selain untuk menumpas kaum murtad dan pembangkang zakat, pasukan ini juga ditugaskan untuk menahan intervensi Romawi dan Persia yang berusaha menarik kaum Muslim mengikuti ajaran agama mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement