Senin 26 May 2014 18:13 WIB

Menghidupkan Masjid (2-habis)

Rep: hannan putra/ Red: Damanhuri Zuhri
Pengajian karyawan di Masjid Ar Rahman komplek Kantor Pusat Jasamarga, Kramatjati, Jakarta Timur.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengajian karyawan di Masjid Ar Rahman komplek Kantor Pusat Jasamarga, Kramatjati, Jakarta Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti

Jumlah masjid belum diimbangi kemakmuran.

Direktur Yayasan Masjid Nusantara Muhammad Sobirin mengatakan saat ini masjid yang bagus dan megah semakin banyak, tetapi tidak disertai dengan kemakmurannya.

“Banyak masjid mewah yang dikunci khawatir masyarakat yang datang mengotori,” ujarnya. Masjid, ia mengungkapkan, hanya ramai saat shalat Jumat saja, tetapi sangat sepi ketika shalat fardhu.

Menurut Sobirin, sepinya masjid saat ini dipengaruhi oleh kesadaran jamaah. “Sekreatif apa pun manajemen masjid, kalau tidak ada kesadaran dari umat maka tidak ada masjid yang dapat dimakmurkan,” katanya.

Setelah itu, baru dipikirkan manajemen masjid atau perbaikan fisik jika memang sudah dianggap tidak layak. Pelatihan pengelola masjid dan santunan bagi marbot juga penting.

Budaya Barat dengan gaya hidup hedonis pun berpengaruh pada pola pikir umat Islam di Indonesia yang tak acuh pada keberadaan masjid. Begitu juga dengan kepercayaan imam yang senior dengan yang lebih muda.

“Jika ide pengembangan masjid dari orang yang lebih muda terkadang tidak dihiraukan, padahal orang muda saat ini banyak belajar lebih cepat dan lebih banyak ide,” kata Sobirin.

Ketua Gerakan Pembangunan Kebiasaan Shalat Berjamaah (GPKSB) Akhmad Tefur SSi menambahkan, shalat umat Islam masih memprihatinkan.

Menurut Tefur, pembangunan masjid dari segi fisik mungkin sudah banyak yang berhasil. Tapi pembangunan dari segi fungsional, banyak yang belum berjalan optimal.

“Secara fisik mungkin pembangunan masjid sudah seratus persen. Tapi secara fungsional, mungkin baru satu persen. Misalnya, masjid dengan kapasitas seribu jamaah, tapi yang shalat hanya sepuluh orang. Itu kan satu persen,” ujarnya.

Menurut Tefur, masjid harus dikembalikan lagi kepada fungsi utamanya, yaitu sebagai tempat shalat dalam rangka ber-ubudiyah kepada Allah.

Percuma saja masjid diramaikan dengan kegiatan bazar islami hingga pengajian sekalipun jika yang shalat di dalamnya masih sedikit.

“Masjid itu artinya tempat sujud, yakni untuk shalat. Itu fungsi utamanya. Jangan sampai fungsi utama ini diabaikan dan lebih ditonjolkan fungsi-fungsi yang lain,” katanya tegas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement