REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama RI mengadakan Muzakarah Rukyat dan Takwim Islam Negara Anggota Majelis Agama Islam Brunai, Indonesia, Malaysia, Singapura (MABIMS) pada 21-23 Mei, di Hotel Golden Boutique, Jakarta. Pertemuan ini diharapkan dapat membangun kebersamaan dalam penetapan awal bulan Qomariyah.
"Penetapan awal bulan Qomariyah masih menjadi persoalan di dalam negeri maupun di negara-negara Islam lainnya," ujar Menteri Agama RI, Suryadharma Ali, kepada Republika usai memberikan sambutan pada acara tersebut, Kamis (22/5).
Muzakarah rukyat dan takwim, menurut Suryadharma, sangat diharapkan dapat menetapkan satu kriteria yang diterima oleh berbagai pihak. Dalam menentukan penetapan awal bulan Qomariyah dalam sistem Tahun Islam Hijriyah, pun bisa mencapai satu kesamaan dan tidak adanya perbedaan lagi.
Sebab, perbedaan selama ini cukup membuat umat Islam merasa kebingungan, seperti dalam penentuan awal puasa dan 1 Syawal (Hari Daya Idul Fitri).
Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan dua pesan, pertama: menetapkan kriteria yang dapat diterima oleh banyak pihak, kemudian sosialisasikan kepada seluruh kelompok-kelompok Islam di negara MABIMS.
Pesan kedua: jadikan muzakarah sebagai wadah dalam pertukaran ilmu pengetahuan. ''Seperti memberikan informasi, pengetahuan, serta kerja sama kepada Singapura yang kurang memiliki keterampilan dan ilmu pengetahuan untuk melakukan rukyat dalam penetapan awal bulan Qomariyah," tutur Suryadharma.
Ia mengetujui dan mengharapkan akan adanya suatu program yang dapat menyatukan dalam penetapan kriteria dan penetapan awal bulan Qomariyah di negara MABIMS.
Dalam muzakarah ini negara MABIMS mengirimkan beberapa delegasi dan pakar rukyat dan takwim. Mereka akan membahas dan mendiskusikan mengenai kriteria yang dipakai dalam penentuan awal bulan Qamariyah (Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah). "Kriteria manakah yang sesuai dengan tuntunan Islam dan disepakati bersama oleh para negara MABIMS?" pertanyaan besar inilah yang coba akan dijawab peserta.