Jumat 16 May 2014 14:00 WIB

Shalat, Perspektif Syari’ah, Thariqah dan Hakikat (2)

Shalat adalah salah satu bentuk ketaatan pada aturan Allah.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Shalat adalah salah satu bentuk ketaatan pada aturan Allah.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof Dr Nasaruddin Umar

Wushlah (komunikasi)  antara Tuhan dengan hamba-Nya dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain dengan cara penjelmaan, tanazul (turun), dan tadalli (pendekatan) sebagai rahmat, nikmat, kelembutan, karunia, pemuliaan, kebaikan, dan berbagai kemungkinan lainnya. (baca: Shalat, Perspektif Syari'ah, Thariqah dan Hakikat (1) )

Shalawat Allah kepada hamba-Nya adalah dengannya (shalawat  tersebut) menyampaikan hamba-Nya yang sempurna menuju kepada-Nya, dan menjadikannya sebagai khalifah bagi-Nya kepada makhluk dan sebagai mushalliyan. Artinya mengikuti kebenaran (haq) yang diamanahkan (mustakhlaf fih) untuk ditampakkan berdasarkan bentuk-Nya dan penampakan sempurna dalam zat, sifat-sifat, asmaul husna, serta memeberitakan tentang-Nya.

Demikian juga, Shilah (hubungan) Allah kepada hamba-Nya melalui penjelmaan khusus secara zat dan penjelmaan asma bagi berbagai hakikat pilihan dan ujian,  dan Ia memberinya (hamba) shaulah (koneksi) yang berasal dari Kehendak dan kekuatan-Nya terhadap seluruh musuhnya. Inilah makna shalawat dalam pembahasan kita ini.

Para ahli hakekat dalam ilmu huruf, memaknai kata shalawat tersusun dari seluruh hakikat pertalian berdasarkan dari pecahan katanya, yaitu,wushlah,Shila,washlu,wishal,shaulah dan shalaa.

Sifat-sifat tersebut merupakan subtansi atau hakikat pertalian, penggabungan dan hubungan. Perkongsian makna yang menghimpun dalam susunan-susunan ini adalah penggabungan, pendekatan, pengikutan, dan penyatuan.

Makna wushlah adalah bersambungnya dua sesuatu yang bergabung dan bergabungnya dua sesuatu yang bersambung yang sebelumnya telah berpisah. Sedangkan shilah ialah menyampaikan pemberian yang diingini dan diminta dari Sang Pemberi kepada yang diberi. Kemudian Shaulah adalah terkoneksinya sambungan gerakan qahriyah dari  Allah kepada hamba  . Adapun Salwu ialah mencondongkan punggung untuk khusyu. Terakhir du’au ialah permohonan untuk sampainya apa yang dimintanya dari tempat berdoa itu.

Adapun “shalawat”  hamba kepada Allah adalah merupakan pengembalian kembali dirinya kepada hakikat ciptaannya sebagai al-insaniya  al-kamaliyyah al-kulliyah al-ahadiyah al-jam’iyyah, dan mengikatnya dengan kehadiran (khadhrah) yang dari sananya memikul bentuknya, dan darinya pula berawal dan berkembang.

Sementara lima kulliyah berdasarkan al-hadharaatul khamsah al-ilahiyah adalah  pertama hakikatnya, yaitu al-‘ain al-tsabit yang bentuknya hanya dalam pengetahuan Allah sejak pertama pada zaman azali dan berakhirnya.

Kedua, Ruhnya. Hakikat nafas rahmani yang  terakses dari al-‘ain al-tsabit di atas. Ketiga, jasmaninya, yaitu bentuk dan posturnya secara fisik. Keempat, hakikat hati, ahadiyah jam’i rohanianya dan tabiatnya. Terakhir Aqal, adalah kekuatan yang dengannya dapat mencermati berbagai hakikat dan merasionalkannya, mengetahui berbagai ilmu pengetahuan baik secara global maupun detail.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement