REPUBLIKA.CO.ID, Setelah memutuskan untuk menjadi mualaf di kampung halamannya, Liya kembali ke sekolah. Kedua guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang selama ini sabar meladeni pertanyaan-pertanyaannya juga menangis saat tahu Liya sudah menjadi Muslim.
Mereka mengaku tak menyangka diskusi selama tiga tahun itu membawa Liya pada Islam. Setelah tahu Liya masuk Islam, kakeknya sudah meninggal. Tapi semasa hidup, kakek Liya sering menonton ceramah subuh Zainudin MZ. Saat itu Liya sempat bertanya mengapa menonton acara umat Islam?
"Kakek saya bilang, ‘Dia (Zainudin MZ) orang baik. Apa yang disampaikan juga berisi kebaikan',’’ kata Liya.
Neneknya sempat mendiamkannya setelah masuk Islam hingga Liya akan masuk kuliah. Sampai suatu ketika neneknya memberikan sebuah kantung berisi baju lengan panjang, kerudung dan benda-benda lain. ‘’Kami berpelukan. Nenek bilang, ‘Belajar Islam yang baik ya’,'' ungkap Liya.
Setelah masuk Islam, Liya langsung berjilbab. Sejak belajar di sekolah Katolik, Liya diajarkan menggunakan rok yang relatif panjang di bawah lutut dan berkaus kaki panjang pula. Sehingg ia tidak kesulitan dengan saat harus berkemeja lengan panjang dan kerudung.
Liya juga belajar membaca Alquran. Lima bulan, ia sudah lancar membaca Alquran. Guru mengajinya juga mengajarkan banyak hal, termasuk tata cara pakaian Muslimah yang benar. Ia merasa beruntung karena lagi-lagi dipertemukan dengan orang baik dan sabar. Sehingga saat diberi tahu berjilbab yang benar adalah menutup dada, tidak transparan dan tidak menggunakan celana panjang, ia bisa menerima.
Meski sempat menolak ajakan mengikuti kajian Islam di masjid dekat rumah kakek-neneknya di Komplek Timah, Depok, Liya akhirnya bersedia datang. Kajian-kajian itu membuat Liya semakin melihat pergaulan di masjid yang holistik. Ia lalu aktif di kegiatan remaja masjid dan menikmati semua kegiatan di sana setiap harinya.
Setelah menikah, guru bahasa Inggris di sebuah sekolah di Depok ini sempat terlilit utang puluhan juta Rupiah. ‘’Mulai muncul pertanyaan. Saya merasa sudah baik dalam segala hal, tapi mengapa masih diberi kesempitan? Saya kesal dan marah,'' kata Liya.
Ia membandingkan keadaan orang lain yang sering mabuk tapi usahanya sukses. Sementara dirinya yang bekerja mendidik anak orang lain hanya mendapat ala kadarnya. Liya sempat jatuh sakit karena itu. Suaminya mengingatkan, sikap seperti itu berarti menyalahkan Allah SWT.
‘’Suami saya mengatakan orang lain bisa saja bekerja mengejar uang tapi apa saya mencari yang sama? Saya merasa tertampar. Niatan awal saya mengajar untuk belajar. Dari situ saya berpikir Allah SWT pasti punya maksud dari ini semua,'' kata Liya. Setelah itu, dengan diiringi berbagai upaya, utangnya berhasil dilunasi.