REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Yusuf Mansur
Dua kata ini ada di layar besar, di panggung utama para pembicara internasional, di Istanbul Congress Center. Kata itu juga menjadi salah satu hal yang saya senangi.
Seminar Internasional, yang berlangsung 11-12 Rajab 1435 H, bertepatan dengan 10-11 Mei 2014 ini saja sudah merupakan Yeni Umit. Harapan Baru. Seminar bertema The Richness of Islam: Ijtihaad wal Qiyaash.
Kegiatan berskala internasional di Istanbul, Turki ini diikuti perwakilan ulama dari hampir 100 negara. Di tengah perpecahan di banyak negara, tidak terkecuali di dunia Islam, bertemunya ulama dari berbagai negara, menjadi salah satu Yeni Umit. Salah satu harapan baru.
Apalagi wajah dunia sedang didera banyak kesulitan, kesusahan, dan permasalahan. Tidak sedikit orang yang berkurang atau malah hilang harapannya.
Istanbul, sebelum saya dan delegasi Indonesia diizinkan Allah menginjakkan kaki di sana, menyimpan banyak sejarah yang bisa mendorong lahir atau terwujudnya Yeni Umit.
Di antaranya sejarah tentang Muhammad al Faatih, yang menaklukkan Konstantinopel. Saya membayangkan, insya Allah akan ada Muhammad al Faatih yang baru.
Bahkan sangat mungkin lahir masyarakat seperti masyarakatnya Faatih, pemerintahnya seperti pemerintah Faatih, dan ulamanya seperti ulama di masa Faatih. Salah satu masa keemasan Islam di dunia.
Setiap shalat fardhu, dengan izin Allah, saya dan kawan-kawan berusaha shalat berjamaah. Termasuk shalat shubuh Ahad pagi, 12 Rajab/11 Mei, di Masjid Sulaiman, Istanbul, Turki. Ya Allah, saya menangis. Kawan-kawan pun semangat.
Shalat shubuh kayak shalat Ied. Sangat ramai. Hingga di halaman pun sulit menemukan tempat untuk duduk.
Padahal udara sekitar 10 derajat. Subhaanallaah. Tua muda, laki-laki dan perempuan, bahkan anak-anak kecil, semuanya memenuhi masjid dengan keadaan yang ceria dan wajah yang bahagia.
Meski Turki termasuk destinasi wisata, tapi saya melihat sendiri betapa masjid-masjid di Turki memang ramai dengan orang yang shalat berjamaah. Mereka warga Turki sendiri.
Saya tidak membahas tentang isi seminar di tulisan sederhana ini. Tapi saya jatuh cinta dengan dua kata di atas tadi: Yeni Umit. Harapan baru.
Dalam situasi apapun, kita memang tidak boleh kehilangan harapan. Baik untuk urusan kenegaraan, Indonesia, urusan agama Islam kita, urusan keluarga, hingga kepada urusan urusan pribadi.
Maka, jangan sampai kehilangan harapan. Berkurang pun tidak boleh. Selalu ada harapan. Apalagi bila kita bertuhan Allah, Yang Maha Kaya, Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Menolong, dan Maha Segala-galanya.
Bahkan termasuk buat para pendosa seperti saya dan sebagian kawan kawan. Tak usah kehilangan harapan.
Sehingga makin jatuh kepada dosa dan keterpurukan. Allah punya ampunan yang lebih luas, lebih banyak, dan lebih besar daripada semua dosa hamba hamba-Nya.