Ahad 11 May 2014 05:48 WIB

DD dan GNOTA Diskusikan Karakter Guru

Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hannan Putra

Kasus asusila yang menimpa sekolah internasional di Jakarta menimbulkan keresahan. Berangkat dari keprihatinan itu, Dompet Dhuafa (DD) dan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA) menggelar dialog pendidikan, Jumat (2/5), di Plaza Blok M, Jakarta Selatan.

Sekretaris GNOTA Yesinta Widowati mengatakan, tugas menjadi tenaga pendidik bukanlah sekadar pekerjaan yang dihargai dengan uang. Guru mempunyai tanggung jawab besar dalam melahirkan karakter baik bagi generasi masa depan.

Ia melihat, banyak guru yang hanya menunaikan tugas mengajarnya hanya sebagai pelepas hutang. “Kita (para guru) datang ke sekolah untuk memotivasi si anak. Utamanya, guru harus punya empati,” ujar Yesinta.

Dari beberapa kasus yang ia amati, ada beberapa orang guru yang memang tidak berminat menjadi guru. Mereka tidak ada panggilan hati untuk terjun ke dunia mengajar.

“Bahkan, background-nya pun tidak sesuai untuk menjadi guru. Bagaimana nanti kita mengharapkan kualitas anak yang dididik oleh guru yang seperti itu,” katanya.

Pembicara dari DD, Sri Nurhidaya, menambahkan, sekolah yang profesional tidak semata mengutamakan aspek fasilitas pendidikan saja. Karakter guru yang mengajar juga harus menjadi fokus utama. Menurutnya, guru harus lebih peka terhadap perkembangan anak didiknya.

“Kunci pendidikan itu ada di guru. Pengawasan dan keamanan di sekolah internasional mungkin sudah lengkap. Tapi, gurulah yang harus mempunyai sensitivitas. Misalkan, (siswa) 10 menit tidak datang, ketika datang wajahnya berubah. Nah, yang seperti itu, tuh,” ujarnya menjelaskan.

Bagaimanapun hebatnya fasilitas pendukung di sebuah sekolah, tentu akan sia-sia belaka jika gurunya sendiri tidak berkualitas.

Pakar Psikologi Forensik Tika Bisono mengatakan, dalam menilai sesuatu harus lebih objektif. Seperti halnya kasus di JIS, masyarakat harus lebih jeli dalam memilah-milih kasus. Jangan sampai karena ada kasus tersebut, sekolah JIS dianggap bobrok secara keseluruhan.

Ia memaparkan, di JIS segala fasilitas pendidikan ditata sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan siswa.

“Bahkan, asuransi pun menjadi bagian dari keselamatan dan keamanan anak. Waduh, kalau di sekolah internasional itu detail sekali,” katanya memaparkan.

Menurut Tika, kesalahan JIS bukan pada metode pendidikan yang diterapkan bagi para siswa. Kesalahannya karena teledor dalam pemilihan para guru. JIS terlalu percaya kepada vendor yang menyediakan para guru sehingga kurang diteliti lagi tentang profil guru yang masuk di sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement