Oleh: Mohammad Akbar
Pembinaan kepada para calon jamaah haji harus diintensifkan.
Keberhasilan penyelenggaraan haji sesungguhnya tidak hanya diukur pada aspek administrasi semata. Keberhasilan yang sesungguhnya pada hakikatnya adalah terbangunnya pemahaman haji secara paripurna pada diri setiap jamaah haji.
“Selama ini pemerintah masih terjebak pada persoalan yang ukurannya hanya pada aspek administratif saja. Kalau itu yang dijadikan ukuran, tentunya memang sudah baik,” kata Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade.
Aspek administrasi yang dimaksud Ade itu terkait dengan persoalan memindahkan jamaah yang sudah terdaftar untuk pergi ke Tanah Suci. Hal lainnya terkait pula dengan fasilitas pemondokan, sarana transportasi, hingga persoalan katering.
Menurutnya, paradigma mengelola haji semacam itu sebenarnya sudah usang alias paradigma lama. Seharusnya, pemerintah tidak lagi menjadikan ukuran fisik semacam itu sebagai indikator keberhasilannya.
“Tapi, harusnya mulai memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas sisi ubudiah. Dalam hal ini terkait dengan pembinaan manasik bagi setiap calon jamaah,” kata dia.
Untuk pembinaan manasik ini, Ade mengatakan, Indonesia sudah tertinggal jauh dibandingkan dengan Malaysia. Pemerintah Malaysia ternyata sudah cukup aktif melakukan pembinaan manasik secara berkala dan rutin dalam rentang tiga tahun sebelum keberangkatan ke Tanah Suci kepada para calon jamaahnya.
Sebaliknya, di Indonesia penyelenggaraan manasik yang hanya berlangsung cukup singkat dinilainya masih belum efektif untuk menumbuhkan pemahaman ibadah haji secara mendalam.