Oleh: Syahruddin El-Fikri
Pada masa Dinasti Abbasiyah, Kota Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan di dunia. Hal ini dipengaruhi oleh kepemimpinan Dinasti Abbasiyah yang memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan.
Itu ditunjukkan dengan dukungan mereka terhadap gerakan pengkajian dan penerjemahan karya-karya agung terdahulu. Seperti, dari tamadun (peradaban) Yunani, Parsi, Hindi, dan Cina, khususnya dalam bidang sains, falsafah, ketabiban, astronomi, kimia, dan matematika.
Dari beberapa khalifah yang memerintah, terdapat tiga tokoh kunci (utama) yang berhasil menjadi legenda dunia ilmu pengetahuan pada Dinasti Abbasiyah. Ketiga tokoh tersebut adalah Khalifah al-Manshur, Harun al-Rasyid dan al-Ma'mun.
Ketiganya menggelorakan semangat para penuntut ilmu untuk mendalami berbagai ilmu pengetahuan dengan dukungan sarana dan prasarana yang sangat memadai. Karena, banyak sarjana dari berbagai belahan dunia, menuntut ilmu pada masa pemerintahan ketiga tokoh ini.
Khalifah al-Manshur
Abu Jafar Abdullah bin Muhammad al-Mansur (712-775 M) merupakan khalifah kedua Bani Abbasiyah. Ia dilahirkan di al-Humaymah, kampung halaman keluarga Abbasiyah setelah bermigrasi dari Hijaz pada 687-688.
Ayahnya bernama Muhammad, cicit dari Abbas. Ibunya bernama Salamah al-Barbariyah--wanita dari suku Barbar. Ia dibaiat sebagai khalifah karena penobatannya sebagai putra mahkota oleh kakaknya, As-Saffah, pada tahun 754 dan berkuasa sampai 775.
Pada 762, ia mendirikan ibu kota baru dengan istananya Madinat as-Salam, yang kemudian menjadi Baghdad. Selama kepemimpinannya, banyak bermunculan aneka karya sastra di dunia Islam. Ia juga mendukung toleransi dengan orang-orang Persia dan kelompok lain.
Al-Mansur meninggal pada 775 M dalam perjalanannya ke Makkah untuk berhaji. Dan, ia digantikan oleh putranya yang bernama al-Mahdi.