Jumat 02 May 2014 19:29 WIB

Hukum Memelihara Jenggot dan Memakai Cadar (4)

Muslimah bercadar.
Foto: Reuters/Charles Platiau
Muslimah bercadar.

REPUBLIKA.CO.ID, “Kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” Ayat ini menurut penafsiran Jumhur ulama, bahwa yang boleh nampak dari perempuan adalah kedua tangan dan wajahnya sebagaimana pendapat Ibnu Abbas RA dan Ibnu Umar RA. (Tafsir Ibnu Katsir vol. 6:51)

Potongan ayat di atas juga dijelaskan oleh hadis riwayat dari Aisyah RA. “Telah menceritakan pada kami Yakub bin Ka’ab al-Anthaki dan Muammal bin al-Fadhl bin al-Harani keduanya berkata: ‘Telah mengkabarkan pada kami Walid dari Said bin Basyir dari Qatadah dari Khalid bin Duraik dari Aisyah bahwa Asma binti Abi Bakar menemui Rasulullah SAW dengan memakai pakaian tipis.’

Maka Rasulullah SAW berpaling darinya dan berkata, “Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita itu, jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangannya.” (HR Abu Dawud)

Hadis ini dikategorikan mursal oleh Imam Abu Dawud sendiri setelah akhir menuliskan riwayatnya dikarenakan terdapat rawi yang bernama Khalid bin Duraik, yang dinilai oleh para ulama kritikus hadis tidak pernah bertemu dengan Aisyah RA.

Dan, Said bin Basyir juga dinilai dhaif (lemah) oleh para ulama kritikus hadis. Namun, ia mempunyai  penguat yang ternilai mursal shahih dari jalur-jalur lainnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud sendiri dalam Al-Marasil (No. 460, cet. Dar al-Jinan, Beirut) dari Qatadah di mana dalam jalur sanadnya tidak terdapat Khalid bin Duraik dan Said bin Basyir.

Riwayat tersebut adalah, “Telah menceritakan pada kami Ibnu Basyar, telah menceritakan pada kami Abu Dawud, telah menceritakan pada kami Hisyam dari Qatadah bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang perempuan jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali wajahnya dan kedua (telapak) tangannya sampai tulang pergelangan tangan (sendi).” (HR Abu Dawud)

Juga jalur lain seperti dari ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir (24/143/378) dan Al-Ausath (2/230), al-Baihaqi (2/226), dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (4/283).

sumber : Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement