REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siang itu, Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, tampak lengang. Di tengah hamparan lantai masjid itu seorang lelaki tua lalu-lalang dengan pel bergagang. Ading Hermandi, demikian nama pria paruh baya itu.
Sejak 1987, pria berusia 57 tahun asal Bantar Gebang, Bekasi, itu mengabdikan diri sebagai petugas kebersihan masjid yang berlokasi di Jalan Taman Sunda Kelapa No 16, Menteng, Jakarta Pusat.
Belum genap lima menit, ia berhenti sejenak mengepel lantai keramik di area serambi masjid. Pel ia bawa ke kamar mandi untuk dibilas lagi. Begitu ia lakukan berkali-kali. "Tidak boleh malas, mengepel masjid harus hati-hati," katanya kepada Republika, Selasa (22/4).
Ia sebenarnya bisa saja membawa seember air agar tak sering bolak-balik kamar mandi untuk membilas lap yang kotor. Namun, itu tak dilakukannya. Menurut dia, masjid merupakan tempat suci. Karena itu, cara mengepelnya pun harus dengan alat yang suci.
Pel, kata Ading, harus dicuci di air bersih yang mengalir. "Kalau mengandalkan seember air untuk mengepel lantai seluas ini, yang ada kita malah menyebarkan najis dari air kotor ke seluruh masjid," ujarnya melanjutkan.
Ading tak sendirian. Ia bersama sepuluh petugas lainnya dikerahkan untuk membersihkan area masjid seluas 9.920 meter persegi itu setiap hari. Bagi ayah tiga anak ini, menjadi petugas kebersihan masjid bukannya tanpa tantangan.
Sebab, sebagai sarana publik, masjid berpotensi dikotori jamaah, baik disengaja maupun tidak. Menurut Ading, ada jamaah yang bandel dan menerabas larangan makan di ruang ibadah. Ada pula yang sengaja tidur di dalam masjid tak kenal waktu.
"Memakmurkan masjid itu berpahala, tapi jangan bikin kotor juga," katanya. Karena itu, ia dan petugas lainnya harus ekstrasabar untuk terus-menerus mengingatkan jamaah agar ikut menjaga kebersihan dan kesucian masjid.
Hal serupa dikatakan Kepala HRD Masjid Agung Sunda Kelapa, Ramadiana Putri. Baginya, kebiasaan sebagian jamaah yang tidur dan makan sembarangan merupakan tantangan tersendiri.
"Kita dilema. Sejauh ini, untuk jamaah yang sering tidur, makan, dan nyuci di masjid, kami lakukan pendekatan personal dan menasihati mereka secara baik-baik," katanya.
Ia mengungkapkan, kegiatan operasional, pemeliharaan, dan kebersihan Masjid Sunda Kelapa menghabiskan dana sekitar Rp 1,3 miliar per tahun.
Dana tersebut sebagian besar digunakan untuk membayar rekening listrik. ''Ya, karena penyejuk udara, kipas angin, dan keran air menyala 24 jam,'' katanya.
Dana untuk membiayai berbagai keperluan masjid itu sebagian besar berasal dari hasil penyewaan gedung masjid untuk berbagai acara, semisal pernikahan serta dari kotak amal. Selebihnya, berasal dari donatur.
Untuk delapan jam penyewaan gedung, kata Diana, pengelola masjid mematok harga Rp 10 juta. Sementara dari kotak amal yang diedarkan setiap shalat Jumat dan program kuliah Dhuha, rata-rata terkumpul dana Rp 15 juta-Rp 16 juta.
"Kita memang tidak tanggung-tanggung untuk urusan kebersihan. Lagi pula, ini dana dari umat dan harus dikembalikan ke umat," tuturnya.
Terkait hal ini, Kepala Bagian Operasional Masjid Agung Sunda Kelapa, Heri Saliman, angkat bicara. "Kebiasaan pengunjung yang masih suka makan di area tempat ibadah atau tidur di sana, harus dikawal dengan sabar," katanya.
Menurutnya, kebersihan dan kesucian bukanlah hal sepele. Sebab, kesucian menjadi syarat mutlak bagi kesempurnaan ibadah.
"Penyelenggaraan pendidikan kebersihan umat harus dimulai dari masjid, sampai kemudian terbentuk gaya hidup bersih. Masjid harus jadi pelopor," ujarnya.
Kesungguhan dalam memelihara kebersihan masjid harus ditularkan ke masjid-masjid lainnya. Untuk itu, Masjid Agung Sunda Kelapa telah membentuk Forum Komunikasi Antarmasjid Se-Jakarta Pusat pada 2010.
Forum ini menjadi penghubung antarpengurus masjid untuk berbagi pengalaman dan ilmu seputar manajemen masjid, termasuk strategi menjaga kebersihannya.
"Saat ini, ada 112 masjid di Jakarta Pusat yang menjadi anggotanya," kata Heri. Ia berharap dengan rintisan tersebut, kata-kata indah kebersihan adalah bagian dari iman tak lagi sekadar slogan, tapi mewujud dalam tindakan nyata.