Oleh: Mohammad Akbar
Terlepas dari ornamen yang menghiasi bagian interior, Masjid Agung Al-Falah sesungguhnya ingin menjadikannya sebagai tempat yang terbuka kepada para jamaah.
Selain itu, pilihan konsep bangunan tanpa dinding, pintu, dan jendela penyekat ini membuat masjid tersebut memiliki sirkulasi udara yang begitu bebas.
Tak heran jika berada di dalam masjid itu maka Anda sesungguhnya tak perlu lagi menggunakan mesin air conditioner (AC) untuk menyejukkan diri.
Dengan embusan angin yang berasal dari pepohonan yang berada di sekitar masjid ini, Anda tentunya akan bisa merasakan kesejukan, terutama di kala siang hari matahari terasa menyengat.
Berawal dari Kesultanan Jambi
Masjid Agung Al-Falah yang berada di pusat Kota Jambi ini ternyata memiliki sejarah cukup panjang. Berdasarkan informasi dari para sesepuh, kabarnya tanah tempat masjid tersebut berdiri pada masa lalu sebagai pusat dari Kerajaan Melayu Jambi.
Perubahan tempat ini terjadi pada 1885 ketika Belanda menguasai tempat tersebut. Para kompeni itu mengubahnya menjadi benteng pertahanan sekaligus pusat aktivitas pemerintahan Belanda setelah mengalahkan kesultanan Jambi yang dipimpin oleh Sultan Thaha Syaifudin.
Selain itu, proses alih fungsi menjadi masjid ini baru dilakukan pada 1971. Saat itu, sejumlah tokoh agama bersama pemerintah setempat bersepakat untuk mendirikan masjid.
Proses pembangunannya sendiri berjalan cukup panjang. Proses pembangunan ini dinyatakan tuntas setelah diresmikan pada 29 September 1980 oleh Presiden Soeharto.
Saat ini, Masjid Agung Al-Falah berdiri di atas lahan sekitar 2,7 hektare. Dari luas lahan tersebut, masjidnya dibangun dengan bentuk bujur sangkar berukuran 80x80 meter. Total luas bangunannya 6.400 meter persegi. Daya tampungnya sendiri diperkirakan bisa lebih dari 10 ribu jamaah.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
