Senin 21 Apr 2014 19:12 WIB

Tuntaskan Jilbab Polwan (2-habis)

Polisi Wanita (Polwan) saat mengikuti peragaan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab yang digelar di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta beberapa waktu lalu.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Polisi Wanita (Polwan) saat mengikuti peragaan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab yang digelar di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

Untuk jangka panjang dicari pemimpin yang berani menjamin kebebasan berjilbab.

Upaya itu sudah pernah dikakukan dengan mengundang mereka dalam acara kajian 8 Maret 2014. Namun kedua petinggi tersebut berahalangan hadir. Mereka juga tak mengirimkan utusan untuk menjelaskan tentang persoalan jilbab.

Menurut Heru, pendekatan ke capres dan cawapres juga akan dilakukan untuk menggali adakah visi misi mereka yang mendukung kebebasan berjilban di Polri dan TNI. ''Untuk jangka panjang, kita cari pemimpin yang berani menjamin kebebasan berjilbab ini.’’

Rencananya, pada Mei atau Juni mendatang, Salam UI mengundang partai politik beserta capres dan cawapres dalam diskusi kepemimpinan. Senin ini, sekitar 1.000 pelajar dan mahasiswa akan menggelar aksi damai mendukung kebebasan berjilbab.

Pelajar dan mahasiswa itu tergabung dalam Aliansi Pelajar Mahasiswa Indonesia untuk Kemerdekaan Berjilbab. Mereka berasal dari Pelajar Islam Indonesia (PII), Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Ikatan Pelajar Muslim (IPM).

Turut pula Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamatan Organisasi (HMI MPO), Forum Silaturahim Dakwah Kampus (FSLDK). Mereka akan long march dari Bundaran HI ke Istana Negara.

Ketua PII Bidang Komunikasi Ummat Helmy al-Djufri mengatakan PII tidak mengangkat isu kasuistik seperti larangan jilbab terhadap siswi Muslim di Bali. Sebab, ini merupakan aliansi gerakan. Selama ini, PII mengadvokasi siswi Muslim yang menghadapi larangan berjilbab.

Terdapat 40 sekolah di Bali yang memberlakukan larangan berjilbab.’’Visi kami sama, mengingatkan presiden atas hak warga negara dalam menjalankan kewjiban agamanya, termasuk mengenakan jilbab,’’ katanya.

Karena itu, berjilbab dijamin oleh UUD 1945. Pelarangan pemakaian jilbab, kata Helmy, merupakan pengkhianatan pada konstitusi. Ia menegaskan, siapapun dan lembaga apapun tak boleh melarang hak berjilbab.

Koordinator Komisi Kemuslimahan FSLDK Geubrina Maghfirah mengatakan,’’Kami menuntut Presiden menyelesaikan persoalan jilbab sebelum lengser dari jabatannya.’’

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement