REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Kelak diharapkan amal usaha yang kuat membantu amal usaha yang lemah agar maju.
JAKARTA – Muhammadiyah mengembangkan basis data dan sistem untuk menguatkan amal usaha yang dimilikinya.
Melalui kedua hal itu, diyakini kelak tak ada dana mengendap. Surplus dari sebuah amal usaha dapat digunakan untuk membantu amal usaha lain yang minus.
Bendahara Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, potensi ekonomi Muhammadiyah besar.
Tapi jika belum dikelola dengan baik tak akan menghasilkan apapun. Di sisi lain, persyarikatan ini belum sepenuhnya mensinergikan potensinya.
‘’Jadi, basis data dan sistem yang saling menghubungan potensi ekonomi itu sangat diperlukan,’’ kata Anwar pada Rakernas Majelis Kewirausahaan dan Ekonomi Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta, Jumat (18/4).
Muhammadiyah, kata dia, memiliki 176 perguruan tinggi, 300 rumah sakit dan klinik, serta ribuan sekolah. Namun, semua amal usaha itu belum terkoordinasi sempurna. Akibatnya, amal usaha yang surplus belum tahu cara membantu unit yang masih minus.
Tiap amal usaha masih bekerja sendiri-sendiri. Padahal, masing-masing amal usaha bisa saling membantu, memberi manfaat, dan berempati. ''Jadi, sangat penting ada kesamaan pemahaman di antara semua sektor amal usaha itu,'' jelas Anwar.
Dengan demikian, setiap amal usaha bisa menyusun konsep bersama yang nantinya berdaya guna. Muhammadiyah kini ditawari teknologi untuk membentuk sistem jaringan yang mampu menyinergikan amal usahanya.
Menurut Anwar, teknologi seharga Rp 1 miliar dengan syarat pengoperasiannya dilakukan sendiri oleh Muhammadiyah, bakal berdampak luar biasa. ‘’Dengan teknologi ini, data antaramal usaha bisa diakses penuh oleh kami,’’ katanya.
Sektor yang surplus, seperti Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), akan tahu ke mana harus mengalirkan kelebihan dananya sehingga tidak ada dana mengendap. Tentu perlu dihitung juga pembagian tanggung jawab pemberi dan penerima bantuan itu.
Dengan konteks ini, Anwar menegaskan tak ada istilah likuidasi dalam usaha Muhammadiyah. Amal usaha yang lemah justru mesti dibantu agar lebih maju.
Ia mengakui Muhammadiyah sadar mengenai konsep yang kuat membantu yang lemah tetapi belum menemukan caranya.
Ia menegaskan, beranggotakan sekitar 40 juta jiwa, Muhammadiyah bisa berkontribusi lebih banyak untuk Islam.
Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah Syafrudin Anhar menuturkan saat ini aset cair Muhammadiyah lebih dari Rp 10 triliun.
Sedangkan aset fisik lebih banyak lagi, tapi sebagian besarnya masih berupa wakaf. Pendidikan dan kesehatan masih menjadi amal usaha paling menghasilkan. Karena itu, ada penguatan di bidang lainnya seperti koperasi.
‘’Kami juga mendorong daerah untuk mengoptimalkan potensinya. Sehingga kebutuhan di daerah bisa dipenuhi sendiri,'' kata Syafrudin. Ia mengungkapkan, butuh revitalisasi terhadap amal usaha yang kurang aktif.
Salah satu caranya, mengorganisasi transaksi mahasiswa perguruan tinggi Muhmmadiyah sehingga produktifitas amal usaha meningkat. Ia juga menyatakan perlunya kemitraan dengan lembaga lain, seperti bank syariah.
Selain itu, jelas Syafrudin, banyak rumah sakit dan klinik Muhammadiyah terbuka bekerja sama dalam pengadaan alat kesehatan dengan perusahaan penyedia alat kesehatan. Ada banyak hal yang ingin dilakukan Muhammadiyah.
Termasuk, mengoptimalkan baitul maal wa tamwil (BMT). Tujuannya agar BMT dapat memberi pembiayaan mikro lebih luas di pasar-pasar dan masyarakat bawah. Aset BMT Muhammadiyah yang terdata mencapai Rp 500 miliar.