REPUBLIKA.CO.ID, Hakikat agama atau katakanlah ibadah itu tercermin dalam dua hal, yaitu: hanya Allahlah yang disembah; untuk menyembah Allah, hanya dapat dilakukan menurut apa yang disyariatkan-Nya.
Oleh karena itu, barangsiapa mengada-ada suatu cara ibadah yang timbul dari dirinya sendiri—apa pun macamnya—adalah suatu kesesatan yang harus ditolak. Sebab, hanya syari'lah yang berhak menentukan cara ibadah yang dapat dipakai untuk bertaqarub kepada-Nya.
Adapun masalah adat atau muamalat, sumbernya bukan dari syari', tetapi manusia itu sendiri yang menimbulkan dan mengadakan.
Syari' dalam hal ini tugasnya adalah untuk membetulkan, meluruskan, mendidik dan mengakui, kecuali dalam beberapa hal yang memang akan membawa kerusakan dan mudharat.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Sesungguhnya sikap manusia, baik yang berbentuk omongan ataupun perbuatan ada dua macam: ibadah untuk kemaslahatan agamanya, dan kedua adat (kebiasaan) yang sangat mereka butuhkan demi kemaslahatan dunia mereka.”
“Maka dengan terperincinya pokok-pokok syariat, kita dapat mengakui, bahwa seluruh ibadah yang telah dibenarkannya, hanya dapat ditetapkan dengan ketentuan syara' itu sendiri."
Adapun masalah adat, yaitu yang biasa dipakai umat manusia demi kemaslahatan dunia mereka sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, semula tidak terlarang. Semuanya boleh, kecuali hal-hal yang oleh Allah dilarangnya.
Demikian itu adalah karena perintah dan larangan, kedua-duanya disyariatkan Allah. Sedang ibadah adalah termasuk yang mesti diperintah. Oleh karena itu sesuatu, yang tidak diperintah, bagaimana mungkin dihukumi terlarang.
Imam Ahmad dan beberapa ahli fikih lainnya berpendapat, pokok dalam urusan ibadah adalah tauqif (bersumber pada ketetapan Allah dan Rasul). Oleh karena itu, ibadah tersebut tidak boleh dikerjakan, kecuali kalau ternyata telah disyariatkan oleh Allah.
Kalau tidak demikian, berarti kita akan termasuk dalam apa yang disebutkan Allah: "Apakah mereka itu mempunyai sekutu yang mengadakan agama untuk mereka, sesuatu yang tidak diizinkan oleh Allah?" (QS as-Syura: 21).