Jumat 04 Apr 2014 05:16 WIB

Natasha M, Islam Akhir Pencarianku (1)

Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).
Foto: kaligrafibambu.com
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rosita Budi Suryaningsih

Natasha merasakan kedamaian saat melihat suaminya shalat jamaah dengan buah hati.

Pergolakan keyakinan, telah berulang kali dialami ibu rumah tangga berdarah Kostarika ini. Ia lahir dari orang tua yang berbeda agama.

Ibunya Kristen dan ayahnya Yahudi. Hingga usianya 12 tahun, ia dibesarkan dengan didikan Kristen. Ia rajin membaca Injil, bahkan hingga tuntas.

Ia sengaja melakukannya karena ia tidak ingin bersikap setengah-setengah. Selain membacanya, ia juga berusaha memahami apa yang ditulis dalam kitab suci Kristen tersebut.

Beberapa hal mengusiknya, salah satunya adalah frase yang dibacanya dan kira-kira berisi, “Janganlah sekali-kali kau berdoa selain pada Allah yang mahakuasa.”

Saat membaca kalimat tersebut, ia pun terkejut. “Jadi, selama ini aku berdoa kepada Yesus itu salah? Berarti selama ini aku berdosa karena berdoa bukan pada Tuhan yang sebenarnya?” katanya. Ia sadar, lalu beralih ke agama ayahnya, Yahudi.

Karena Natasha memang anak yang rajin, ia pun segera menghadiri banyak acara keagamaan Yahudi. Hingga akhirnya, ia pun setuju untuk masuk Yahudi sepenuhnya, meski keputusan ini ditentang hebat ibunya.

Ketika berusia 20 tahun, ia berkesempatan mengunjungi Palestina. Ia bahkan berfoto di depan Masjid Al-Aqsa, tapi momentum itu belum berarti apa pun baginya karena ia belum mengenal Islam. Ia hanya berpikir ketika itu telah berpose di depan sebuah bangunan indah dan katanya bersejarah.

Cerai

Perjalanan hidupnya kemudian berlanjut ke Amerika. Ia tinggal di New York, menikahi Yahudi ortodoks, dan memiliki anak.

Ia berusaha menjadi penganut Yahudi yang taat, tapi orang-orang di komunitasnya tak sepenuhnya menerimanya karena ibunya bukanlah Yahudi.

“Sebenarnya, aku merasa ada yang mengganjal selain hal itu, tapi aku tak tahu apa itu, sehingga ya sudah, aku lanjutkan saja hidupku,” katanya, dilansir dari aquila-style.com.

Masa sedih mulai menggelayutinya. Ia dihadapkan pada perceraian dan kemudian pindah ke Kalifornia. Ia masih Yahudi, tapi di sini ia mulai bergaul dengan orang-orang baru, banyak di antaranya orang Mesir yang selalu ramah dan menjadi teman baiknya. Dari sinilah ia mengenal Islam.

Salah satu orang Mesir yang menjadi sahabat baiknya bernama Omar. Pria ini sering menceritakan tentang sosok Nabi Muhammad SAW. Selain itu, ia rajin shalat. Pria ini juga bercerita ia memiliki teman mualaf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement