REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Tanpa diduga, Jepang menghadapi masalah pelik yang menuntut perubahan signifikan pada industri pariwisatanya. Ini karena, kehadiran wisatawan Muslim yang membengkak setiap tahun.
Dari data statistik yang dirilis Januari lalu oleh Organisasi Pariwisata Nasional Jepang, wisatawan Malaysia menjadi 28.500 orang pada Desember 2013. Jumlah ini meningkat 65,5 persen dari tahun sebelumnya. Sementara pengunjung dari Indonesia mencapai 17 ribu pada Desember 2013 atau meningkat 27,3 persen dari tahun sebelumnya.
Masalahnya, industri pariwisata tampak belum siap dengan kehadiran wisatawan Muslim. Ini dilihat dari suplai makanan halal, ruangan shalat dan hotel bernuansa Islami. Masing-masing elemen penting ini sebenarnya sudah ada, hanya saja belum masif.
Masalah ini pun terendus pelaku industri pariwisata Jepang. Langkah drastis pun dimulai. Negeri Matahari Terbit berbenah. Mulailah Jepang membenahi gerbang utama ke negeri mereka, yakni bandara. Mereka mulai menyediakan makanan halal, dan ruangan shalat.
Soal perubahan itu, pemilik Marroad International Hotel Narita, Koichi Hayakawa, mengatakan pihaknya sudah menghentikan produksi makanan non halal. Mushala dengan kompas penunjuk arah ke Mekkah juga disediakan agar umat Muslim bisa leluasa menjalankan shalat lima waktu.
Lebih dari itu, Hayakawa juga mempekerjakan pegawai Muslim dan melakukan pembersihan menyeluruh di dapurnya agar bisa menghasilkan makanan halal. ''Yang terpenting adalah membuat umat Muslim paham, kami tidak menolak mereka,'' kata dia.
Juru bicara Japan Halal Association, Hideaki Yotsutsuji, menyambut baik upaya sejumlah bandara meningkatkan kenyamanan bagi kaum Muslim. Cara ini juga bisa meningkatkan citra kaum Muslim yang sempat dipandang negatif di Jepang pasca serangan 11 September di AS.
''Saya pikir orang Jepang dan Muslim memiliki banyak kesamaan positif. Keduanya secara alami sederhana dan terbuka,'' kata Yotsutsuji. Lagi pula, merek dari produsen Jepang seperti Sony dan Toyota telah lama populer di kalangan umat Islam.
Tapi, Yotsutsuji juga mengingatkan pengelola bandara atas janji mereka menyediakan fasilitas ramah Muslim. Sebab jika ini tidak memenuhi kaidah Islam, janji mereka malah akan menjadi serangan balik bagi pengelola.
''Mengumumkan tempat mereka (bandara) sebagai tempat ramah Muslim pada dasarnya mengundang ekspektasi tinggi dari umat Islam. Tak peduli seberapa kuat mereka mengklaim bersahabat dengan Muslim, begitu umat Islam menemukan ada yang meminum alkohol di samping mereka, mereka akan merasa sangat dibohongi,'' tutur dia.