Sabtu 29 Mar 2014 19:31 WIB

Menjaga Diri dengan Kekuatan Istighfar (1)

Ilustrasi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ilustrasi

Oleh: Hannan Putra     

Iringi Istighfar dengan perbuatan baik.

Istighfar berasal dari kata gafr yang berarti tutupan atau ampunan. Seorang yang beristighfar berarti memohon kepada Allah SWT agar dosa-dosanya yang telah lalu diampuni dan ditutupi Allah.

Pakar leksikografi Islam dan ilmu kalam, Ali bin Muhammad as-Sayyid as-Sarif Jurjani, mengatakan, maghfirah berarti penutupan atau pengampunan yang dilakukan oleh Yang Mahakuasa terhadap kejahatan yang timbul dari seseorang yang berada di bawah kekuasaan-Nya.

Rasulullah SAW sendiri sangat banyak menganjurkan untuk memohon ampunan Allah SWT di samping Rasul sendiri senantiasa memberikan teladan dengan banyak beristighfar.

Ibnu Qayyim Jauziah mengisyaratkan, makna ampunan itu amat luas, bukan hanya sekadar untuk menghapuskan dosa, melainkan juga sebagai pemelihara manusia dari dosa.

Hal ini merujuk pada hadis yang menjelaskan Rasulullah beristighfar 70 kali dalam riwayat Bukhari. Sementara, dalam riwayat Muslim 100 kali, meski pribadi Rasulullah maksum dari dosa.

Bertolak dari pandangan di atas, Ibnu Qayyim Jauziah ketika membicarakan masalah tobat, mengisyaratkan bahwa maghfirah bukan hanya mempunyai satu bentuk, melainkan memiliki beberapa bentuk dan tingkatan.

Di antaranya adalah: (1) maghfirah sebagai pengampunan dosa; (2) maghfirah sebagai sarana untuk mendapatkan pahala dan rahmat Allah SWT; (3) maghfirah sebagai sarana untuk mendapatkan ridha Allah SWT; dan (4) maghfirah sebagai bukti ketaatan kepada Allah SWT.

Memohon ampun

Jika kita telanjur melakukan perbuatan dosa besar, ada empat hal yang harus dilakukan dalam pertobatan. Pertama, meninggalkan perbuatan maksiat. Kedua, menyesali dosa yang telah dilakukan.

Ketiga, berniat tidak akan kembali melakukan maksiat pada masa yang akan datang untuk selama-lamanya. Keempat, jika dosa besar yang dilakukan seseorang terkait dengan hak-hak manusia (huquq adam), ia harus mengembalikan hak orang lain tersebut.

Jika dalam perbuatan dosanya terdapat hak-hak Allah SWT (huquq Allah), ia harus menunaikan hak-hak tersebut sesuai dengan ketentuan Islam. Misalnya, seseorang yang melakukan dosa zina, ia harus menjalani hukuman, yakni didera sebanyak seratus kali.

Dan jika pelaku zina itu orang yang sudah menikah, ia harus menerima hukuman rajam. Dengan terlaksananya hukuman tersebut, barulah dosanya akan diampuni Allah SWT.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement