Jumat 28 Mar 2014 19:38 WIB

Pusat Penyebaran Islam (1)

Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih     

Selain para pedagang dari Arab, para ulama dari Demak dan Aceh juga bertemu dan menjadi satu di Malaka.

Posisi Kesultanan Malaka yang strategis membuat banyak orang mendatanginya. Sama halnya ketika dalam masa kejayaannya Sriwijaya menjadi pusat pendidikan agama Buddha, Malaka pun punya posisi sebagai pusat penyebaran agama Islam.

Pengamat sejarah kebudayaan Islam dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Prof Dien Madjid mengatakan, Malaka merupakan pelabuhan transito perdagangan di mana orang-orang menunggu arus angin yang disesuaikan tujuannya.

 

Dulu, orang berlayar menggunakan kapal layar yang sangat bergantung pada arah angin. Ketika ia ingin ke arah timur, misalnya, ia harus menunggu angin yang tepat agar bisa mengantarkannya ke arah timur.

Selama angin yang tepat ini musimnya belum datang, mereka singgah terlebih dahulu di bandar pelabuhan terdekat. Mereka tinggal kemudian berbaur dengan penduduk setempat, bahkan ada yang menikah.

Selama singgah ini merupakan masa di mana mereka bisa mengenalkan budaya dan agama yang mereka anut. Bagi para pedagang Muslim, yang kebanyakan berasal dari Arab, mereka juga melakukan dakwah dan menyebarkan agama Islam di tempat-tempat yang mereka singgahi seperti ini.

Para pedagang Muslim ini mau singgah ketika sang raja telah mendeklarasikan ia masuk Islam dan Kerajaan Malaka yang dipimpinnya adalah kerajaan Islam.

Keputusan sang raja masuk Islam ini membuat Malaka menjadi semakin ramai karena para saudagar yang Muslim berkenan singgah. Malaka menjadi semakin besar dan menjadi pusat penyebaran agama Islam.

Malaka menjadi sebuah tempat transit yang bisa menyebarkan dan mengembangkan Islam dengan cepatnya. Selain para pedagang dari Arab, para ulama dari Demak dan Aceh juga bertemu dan menjadi satu di Malaka ini.

Islam disebarkan dengan berbagai media. Tak ada satu pun yang melalui jalur kekerasan. Kebanyakan adalah melalui dakwah dan menggunakan media majalah dan buku-buku yang berasal dari Arab langsung.

Pada masa itu, para ulama juga menggunakan budaya sebagai media dakwah. Salah satunya adalah melalui wayang, sama dengan yang dilakukan juga oleh Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Islam di Jawa. Inilah mengapa di Malaysia ada wayang dan mereka ngotot mengakui wayang adalah budaya miliknya.

Islam mudah diterima oleh orang Melayu yang kala itu menghuni daerah Malaka ini karena nilai-nilai keislaman yang diajarkan oleh para pedagang ini, mirip dengan budaya asli mereka. “Misalnya, sopan dalam perilaku, santun berbahasa, menghormati orang tua, saling silaturahim, gotong royong, dan nilai baik lainnya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement