Jumat 28 Mar 2014 13:26 WIB

Hajinya Sang Tukang Sepatu (1)

Ilustrasi
Foto: AP Photo
Ilustrasi

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih      

Ia memberikan seluruh uangnya untuk naik haji guna memberi makan anak yatim.

Setiap orang yang ingin menunaikan rukun Islam kelima, pastilah ia pergi ke Makkah dan Madinah untuk melakukan rukun-rukun haji.

Namun, ada satu kisah yang menjadi pengecualian. Satu orang ini telah ditulis oleh malaikat akan ibadah hajinya, padahal ia belum menjejakkan kakinya di Tanah Haram.

Saat itu seorang tabiin bernama Abdullah bin Mubarak sedang pergi haji. Tak sengaja, ia tertidur di Masjidil Haram. Dalam tidurnya, ia bermimpi mendengar dua orang malaikat yang sedang bercakap-cakap.

“Berapa banyak umat Islam yang berhaji di tahun ini?” tanya sang malaikat kepada malaikat yang satunya.

“Enam ratus ribu orang, tapi tidak ada satu pun yang diterima. Hanya ada satu orang tukang sepatu bernama Muwaffaq dari Damsyik (Damaskus) yang tak bisa berangkat haji, namun malah diterima. Karena sang tukang sepatu tersebut, semua yang haji pada tahun ini bisa diterima,” ujar sang malaikat satunya.

Dengan segera Abdullah bangun dari tidurnya. Ia tak percaya dengan apa yang didengar dalam mimpinya tersebut. Namun, untuk menjawab rasa penasarannya, sepulangnya dari perjalanan haji, ia datang ke Damsyik dan mencari tukang sepatu tersebut.

Akhirnya, sampailah ia ke Damsyik dan bisa menemukan rumah orang bernama Muwaffaq. Ia pun yakin bahwa mimpinya tadi bukan sembarang mimpi, namun merupakan sebuah petunjuk dari Allah bahwa ia akan belajar sesuatu yang baru setelahnya.

Ia berhasil menemui Muwaffaq. Ia pun masuk ke rumahnya dan dimulailah pembicaraan untuk mencari jawaban atas rasa penasarannya. Mengapa seseorang yang tidak berangkat haji namun dihitung amal ibadahnya telah naik haji?  

“Kebaikan apa yang telah kau lakukan hingga kau bisa tercatat telah berhaji, padahal kau tidak pergi?” tanyanya.

Tukang sepatu tersebut pun menjawab. Ia bercerita sebenarnya ia sudah berniat untuk pergi berhaji. “Melihat kondisi ekonomiku yang sederhana ini, sangat mustahil untuk mengumpulkan uang yang dipakai bekal berhaji. Namun, atas pertolongan Allah, aku tiba-tiba diberikan rezeki sebesar 300 dirham atas jasaku menambal sepatu seseorang,” kata Muwaffaq mulai bercerita.

Dengan sejumlah uang tersebut, Muwaffaq berniat untuk pergi haji. Dengan uang yang didapatnya tersebut, ia merasa dirinya telah mampu berangkat haji. Hal ini pun mendapatkan persetujuan istrinya yang sedang hamil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement