Oleh: Ani Nursalikah
Kata syal berasal dari bahasa Persia, Shal yang berarti kain. Kain digunakan di Persia untuk serban, topi, ikat pinggang, pakaian luar bagi jubah panjang laki-laki, dan menjadi pakaian resmi pria.
Perusahaan Eropa mendirikan rumah perdagangan di Tabriz, Teheran, Isfahan, dan Mashhad serta memasok pasar lokal dengan wol dan katun murah yang dicetak dengan mesin.
Legenda negeri permadani
Industri tekstil Persia di abad ke-19 tidak lagi inovatif saat berada di bawah naungan penguasa Safawi. Mekanisasi pemintalan benang, pengembangan serat yang lebih kuat dari kapas di Mesir dan Amerika, persaingan ketat katun dan wol murah Eropa, dan persaingan komersial antara Rusia dan Inggris menyebabkan penurunan ekonomi Persia.
Persia juga mengalami masuknya barang-barang manufaktur lainnya dari Eropa, termasuk jam dan arloji, alat-alat, seperti gunting dan zat warna sintetik yang diperkenalkan setelah 1860-an.
Impor Eropa mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Nasir al-Din Shah (1848-1896). Iran berusaha menyeimbangkan defisit perdagangannya dengan membudidayakan kapas, opium, gandum, dan tembakau, terutama pasar Rusia dan Eropa.
Menjelang akhir abad ke-19, investasi dan kapitalisasi oleh perusahaan lokal dan asing di negara itu mendorong pengembangan industri karpet Persia baru yang ketenarannya melegenda.
Pendapatan Iran berasal dari penjualan karpet. Hingga hari ini karpet adalah komoditas ekspor Iran yang paling penting di samping minyak. Pada 1890-an, perusahaan-perusahaan asing berinvestasi dalam industri karpet Persia.
Kehadiran mereka terasa di bidang pengaturan dan organisasi, akuisisi bahan baku, termasuk wol dan zat pewarna, proses pencelupan dan tenun untuk menjamin standar kualitas. Perusahaan juga mendorong desain yang lebih standar.
Tekstil dan karpet Persia sangat dihargai oleh negeri-negeri jauh selama berabad-abad. Awalnya oleh raja-raja, kemudian oleh kelas menengah yang baru muncul. Kekayaan itu tetap bertahan pada karpet Persia saat ini.
Gejolak masa lalu tecermin dalam prestasi artistik mereka. Tak diragukan lagi, karpet atau permadani Persia mempertahankan sepenggal pawai sejarah mereka.