Oleh: Rosita Budi Suryaningsih
Sebenarnya, yang punya andil untuk mengentaskan kemiskinan adalah pemerintah. Setiap tahun telah disediakan anggaran sebesar Rp 1 triliun-Rp 2 triliun dalam program ini. Apa mau dikata, nyatanya uang tersebut belum bisa memberikan hasil yang signifikan.
Bandingkan dengan DD. Dengan dana yang hanya sekitar Rp 200 miliar, pihaknya bisa secara kontinu memberikan hasil nyata yang efektif bagi masyarakat miskin. Jumlahnya pun setiap tahunnya bertambah.
“Tahun lalu bisa membina sekitar 300 ribu. Tahun sebelumnya 200 ribu. Tahun ini, kami membina sekitar 400 ribu warga,” jelas Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa (DD) Ahmad Juwaini.
Jumlah orang yang dibantu ini terdapat di seluruh Indonesia. Namun, memang paling banyak di Pulau Jawa, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. DD hanya bisa menjangkau beberapa ratus ribu.
Itu pun terbagi dalam berbagai program, di antaranya, program pemberdayaan. Tingkat keberhasilan dari setiap program pemberdayaan, menurut Juwaini, sekitar 50 persen. “Untuk ukuran sebuah program pemberdayaan, angka ini sangat besar.”
Ia menjelaskan, dari pengalaman tahun lalu dan 300 masyarakat yang dibina, hanya sebagian yang bisa terangkat derajat ekonominya.
Dari jumlah itu, ada 150 orang yang menjadi sasaran program pemberdayaan. Yang bisa dan mau didampingi hanya 75 ribu orang. Dari jumlah itu, yang bisa berhasil dan mandiri hanya sekitar 35 ribu orang.
DD sebenarnya menginginkan tingkat keberhasilan program pengentasan kemiskinan semakin tinggi. Namun, banyak hambatan dan faktor yang membuatnya tak semudah membalik telapak tangan.
Misalnya, faktor orang yang dibantu. Setelah diberikan pelatihan keterampilan, kemudian diberikan suntikan modal agar memulai usaha, namun malah disalahgunakan.
Ada yang digunakan untuk membeli barang konsumtif yang tidak mendukung usaha. Bahkan, ada yang menggunakannya untuk menikah lagi dengan istri lebih dari satu.