Kamis 13 Mar 2014 10:05 WIB

Bali Bisa Disomasi Soal Jilbab

Rep: c57/ Red: Damanhuri Zuhri
Pelajar berjilbab, ilustrasi
Pelajar berjilbab, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,

Sekolah negeri seharunya menjadi rumah bersama bagi seluruh siswanya.

JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendapatkan bukti tertulis pelarangan jilbab di puluhan sekolah negeri di Bali.

Terkait hal ini, somasi terhadap Pemerintah Provinsi Bali memungkinkan dilakukan. Ada sekitar 40 sekolah yang memberlakukan larangan jilbab.

‘’Jelas tertulis tidak boleh memakai jilbab di salah satu aturan sekolah di Bali,’’ kata Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Kebebasan Berpendapat Rita Pranawati seusai Deklarasi Gerakan Semesta Perlindungan Anak di Jakarta, Rabu (12/3).

Berdasarkan bukti-bukti ini, ujar Rita, tim KPAI sedang turun ke lapangan. Tim ini memverifikasi bukti pelarangan tersebut. Nanti ada koordinasi dengan pimpinan sekolah yang melarang jilbab dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali.

Rita mengatakan, jika sudah ada hasil verifikasi, KPAI akan mengungkapkannya ke publik. Hasil verifikasi, akan menjadi landasan kemungkinan somasi terhadap Pemerintah Provinsi Bali. ‘’Kita lihat prosesnya. Yang jelas larangan itu melanggar hak asasi manusia.’’

Kalau memang dapat diselesaikan secara kekeluargaan, jelas Rita, maka cara itu yang ditempuh. Ia beralasan, masa depan siswi yang memakai jilbab di sekolahnya masih panjang. Jadi ini bukan sekadar persoalan hak berjilbab.

Ia menuturkan, otonomi daerah menjadi alasan bagi sekolah untuk menetapkan aturan yang melarang siswi mengenakan jilbab. Namun, peraturan sekolah itu mestinya tak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu UUD 1945.

Konstitusi menyebutkan, setiap warga negara berhak untuk menjalankan keyakinan agamanya. Mengenakan jilbab merupakan salah satu bentuk keyakinan seorang Muslimah. Seharusnya, kata Rita, sekolah negeri menjadi rumah bersama bagi siswanya.

Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh mengatakan KPAI ada dua kemungkinan terkait larangan jilbab ini. Bisa saja yang bersalah adalah sekolah sebagai pembuat aturan. Namun, bisa juga Pemerintah Provinsi Bali jika kebijakan itu bersifat sistemik.

‘’Problemnya ada di sekolah. Lalu, apakah itu sistemik atau kebijakan lokal di sekolah?’’tanyanya. Kalau hanya kebijakan lokal sekolah, kepala sekolahnya yang bermasalah. Namun, kalau diberi payung hukum dan dibenarkan Pemerintah Provinsi Bali maka mereka yang bersalah.

Niam mengungkapkan, KPAI sudah menerima pengaduan langsung dan akan melakukan advokasi. Selanjutnya komisi ini berkoordinasi pula dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan sekolah-sekolah yang melarang jilbab.

Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi, menyatakan baru saja mendapatkan laporan tentang pelarangan jilbab oleh beberapa sekolah di Bali. Ia segera menghubungi Lembaga Perlindungan Andak di Bali untuk mengkritisi kebijakan itu.

Seto menegaskan, jangan sampai ada pelanggaran hak anak dalam hal apapun juga. ‘’Termasuk melarang mereka menjalankan ibadah, memakai busana sesuai adat, tradisi, atau moral yang ada di agama masing-masing.’’

Bahkan menurut Seto, ada potensi melayangkan somasi atau tuntutan pidana terkait larangan jilbab di sejumlah sekolah di Bali. ’’Kalau sampai hal itu memang perlu dilakukan, tentu kita akan melakukannya,’’ katanya menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement