REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
RANGOON — Ratusan ribu pengungsi Rohingya di kamp pengungsian Arakan harus bertahan tanpa bantuan medis.
Pemerintah Myanmar baru-baru ini menghentikan semua operasi dari Medicine Sans Frontiers (MSF) karena dinilai bertentangan dengan kebijakan pemerintah tentang pengungsi.
Di Arakan, MSF menawarkan bantuan medis penting untuk Muslim Rohingya. Dalam sebuah pernyataan, MSF mengaku sangat terkejut dengan keputusan sepihak ini. Mereka pun sangat prihatin tentang nasib puluhan ribu pasien yang saat ini di bawah perawatan mereka.
Juru Bicara Kantor Presiden Ye Htut mengatakan kepada The Irrawaddy, proyek MSF di negara bagian Arakan telah melanggar sejumlah kondisi tertentu dalam nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah.
Dia mengatakan adanya dugaan pelanggaran tersebut membuat pemerintah memutuskan menahan diri untuk memperbarui MoU yang telah berakhir tahun lalu.
Semua operasi bantuan medis telah berakhir pada 28 Februari. “Hari ini untuk pertama kalinya dalam sejarah MSF, klinik HIV/AIDS di Arakan, Shan, dan Kachin, serta divisi di Rangoon ditutup dan pasien tidak dapat menerima pengobatan yang mereka butuhkan,” kata MSF.
Pasien TB tidak dapat menerima pengobatan yang menyelamatkan jiwa mereka, termasuk pasien TB yang resistan terhadap obat .
Keputusan oleh pemerintah akan memiliki dampak buruk pada 30 ribu pasien HIV/AIDS. Sementara, lebih dari 3.000 pasien TB yang sedang dirawat di Myanmar.
“Di Arakan, MSF tidak mampu menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi puluhan ribu orang yang rentan di kamp-kamp pengungsi atau di desa-desa terpencil karena krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung,” ujar kelompok itu.
Padahal, tidak ada organisasi nonpemerintah medis lainnya yang beroperasi dengan pengalaman dan infrastruktur pada skala MSF untuk memberikan pelayanan medis yang menyelamatkan jiwa.
MSF yang berbasis di Belanda beroperasi di Burma sejak 1992. Kelompok ini mengimplementasikan proyek-proyek bantuan medis di Arakan yang dilanda kekerasan komunal antara Rohingya dan mayoritas Buddha.
Kedutaan Amerika Serikat menyadari dampak atas berakhirnya operasi MSF dan menyuarakan keprihatinan atas dampak terhadap masyarakat setempat.
“Amerika Serikat mendorong pemerintah terus bekerja dengan masyarakat internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menjamin akses yang tidak terbatas untuk lembaga kemanusiaan sesuai standar internasional,” kata kedutaan.
Ye Htut mengaku menghadiri pertemuan di Naypyidaw dengan para pejabat Kementerian Kesehatan. Pada kesempatan itu, MSF diberitahu kesalahannya selama membantu di negara bagian Arakan.
Dia mengatakan, MSF telah mengerahkan lebih banyak staf asing dari yang diizinkan. MSF dinilai gagal untuk tidak memihak dan netral serta menjalankan klinik perawatan medis untuk bayi yang baru lahir tidak sesuai dengan keinginan pemerintah.
“Saya tidak berpikir mereka akan berpandangan seperti itu karena ada banyak LSM yang bekerja di negara kita. (Masyarakat internasional) akan tahu kita melakukannya untuk orang-orang yang melanggar perjanjian,” ujar Ye Htut ketika ditanya apakah keputusan pemerintah menghentikan operasi MSF akan merugikan citra internasional pemerintah Thein Sein.
Pemerintah Burma tidak mengakui sekitar satu juta Rohingya di Arakan utara sebagai warga negara. Pemerintah menyebut kelompok Muslim Rohingya dengan Bengali untuk menunjukkan mereka adalah imigran ilegal dari negara tetangga Bangladesh.