Selasa 11 Mar 2014 13:51 WIB

Buku Islam, Distribusi Menjadi Batu Ujian

Sejumlah buku-buku Islami terpajang di salah satu toko buku di Kawasan Kwitang, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah buku-buku Islami terpajang di salah satu toko buku di Kawasan Kwitang, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irwan Kelana

JAKARTA -- Ada persoalan besar yang dihadapi penerbit buku Islam di Indonesia. “Buku Islam terkendala distribusi sebab jaringan distribusi buku saat ini dikuasai non-Muslim,” kata Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) DKI Jakarta Afrizal Sinaro.

Saat ini, hanya ada satu toko buku Islam besar, yakni Walisongo, yang berlokasi di Jakarta Pusat. “Masak umat Islam yang jumlahnya ratusan juta ini hanya punya satu toko buku Islam?” Selebihnya, distribusi buku dikuasai jaringan toko buku yang notabene dimiliki non-Muslim.

Menurutnya, lebih 80 persen jaringan distribusi buku dikuasai non-Muslim. Akibatnya, para penerbit buku Islam sangat tergantung pada jaringan distribusi milik non-Muslim itu. Pimpinan sebuah penerbit buku Islam berpandangan sama.

Walaupun gaung buku-buku Islam belakangan ini makin kencang namun sesungguhnya para penerbit buku Islam menghadapi masalah serius. “Persoalan besar itu adalah distribusi yang saat ini didominasi non-Muslim,” ujarnya.

Ia mencontohkan, di berbagai toko buku besar bisa dilihat buku-buku Islam hanya mendapatkan tempat kecil di bagian depan. “Buku-buku Islam ada di satu pojok saja, selebihnya adalah buku-buku umum,” kata Afrizal.

Selain itu, toko buku besar itu selalu meminta buku baru sehingga buku-buku Islam yang dicetak lebih lama tidak mendapatkan tempat lagi. Bukan hanya tidak mendapatkan tempat di bagian depan, melainkan juga kesulitan bertahan di bagian dalam.

“Mereka maunya untung terus dan mereka maunya buku-buku yang baru. Akibatnya, buku-buku Islam sulit mendapatkan tempat yang memadai di toko buku tersebut,” katanya. Ini ironis, di satu sisi digencarkan minat dan sekarang itu sudah terjadi.

Namun di sisi lain, ada kesenjangan antara buku dan masyarakat. Sebab, akses masyarakat untuk mendapatan buku-buku Islam dengan mudah, terkendala oleh faktor distribusi. Dengan kata lain, distribusi buku Islam mandek.

Kendala distribusi juga menghambat industri perbukuan Islam itu sendiri. Kalau distribusinya lancar, penerbit bisa mencetak buku Islam dalam jumlah besar sehingga harganya bisa ditekan dan menjangkau masyarakat yang luas.

Namun, dengan keterbatasan distribusi saat ini, ia mengungkapkan, mencetak buku 3.000 eksemplar saja, menjualnya setengah mati. Afrizal mengungkapkan, sebetulnya bisnis toko itu menggiurkan. Terbukti sejumlah toko buku milik non-Muslim saat ini terus berkembang.

Margin bersih toko buku minimal 20 persen. Sebab, semua buku yang dijual di toko buku sifatnya konsinyasi. Laku, bayar. Tidak laku, bukunya dikembalikan. Di samping itu, umur pakai buku-buku Islam itu sangat panjang, bahkan sepanjang hayat dunia.

Buku Penuntun Ibadah Shalat, misalnya, sampai hari kiamat tetap dibaca orang. Buku-buku Islam tidak ada istilah kedaluwarsa.

Karena itu, kata Afrizal, penerbit buku Islam sangat berharap para konglomerat Muslim mau menerjuni bisnis toko buku Islam.

Keuntungan bisnis toko buku menggiurkan. Jadi, toko buku merupakan sesuatu yang sangat strategis. Afrizal mengatakan, Ikapi siap memberi masukan jika ada konglomerat Muslim berniat membuka toko buku Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement