REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Wali Kota London yang terkenal kontroversial, Boris Johnson mengutarakan pernyataan yang mengejutkan jutaan muslim di negara tersebut. Johnson mengungkapkan anak-anak dan remaja muslim di Inggris berisiko melakukan dan mengajarkan 'hal-hal yang gila' oleh keluarga dan orang tua mereka, seperti didoktrin ideologi ekstrim hingga bom bunuh diri.
Karenanya, Johnson menyarankan agar anak-anak dan remaja Muslim harus diberikan perawatan khusus dan menghindari pelecehan dari keluarga mereka. Dalam opininya di harian Inggris, The Daily Telegraph, Senin (3/3) Johnson menegaskan bahwa radikalisasi keluarga merupakan salah satu bentuk pelecehan terhadap anak.
Dia menyerukan upaya baru untuk mengilhami anak-anak dan remaja muslim agar diubah cara pandang mereka dengan 'nilai-nilai Inggris' dan dari nilai-nilai kemudahtersingguan terhadap agama mereka. "Diperkirakan mungkin ada ratusan anak-anak seperti ini yang sedang diajarkan hal-hal gila, jenis kerinduan gila karena pembunuhan dan kematian yang kita dengar dari kasus pembunuh Lee Rigby," ujar Johnson dalam tulisan tersebut.
Tulisan opininya muncul dari hukuman dari kasus Michael Adebolajo dan Michael Adebowale, dua pelaku yang telah membunuh tentara Inggris Lee Rigby. Dimana mereka dibantai di siang hari bolong di Woolwich , London tenggara. Aksi ini didahului peningkatan serangan anti-Islam di Inggris.
"Pertanyaan yang paling penting setelah kasus pembunuhan Lee Rigby ini adalah bagaimana kita mencegah pemuda dan perempuan lainnya, dari penyebaran paham virus yang mengerikan yakni penularan ekstremisme Islam radikal," tulis Johnson dalam kolom opininya.
Johnson pun menyarankan perawatan mental itu tidak hanya bagi anak-anak Muslim, tapi juga keluarga muslim yang ia nilai 'ekstremis' dan perlu dibawa ke perawatan. Dia mengatakan kepada radio LBC bahwa tindakan itu juga bisa dilakukan kepada remaja ultra konservatif Inggris, Partai Nasional Inggris (BNP) dimana anggota mereka seringkali melakukan kasus-kasus kekerasan yang paling ekstrem, termasuk provokasi Islamofobia di Inggris.