Jumat 28 Feb 2014 10:11 WIB

Paradigma Masyarakat Soal Wakaf Masih Tradisional

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Chairul Akhmad
Tanah wakaf (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Tanah wakaf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amelia Fauzia dari Divisi Penelitian dan Pengembangan Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengatakan, Islam di Indonesia sebetulnya dibangun oleh wakaf. Misalnya, masjid, madrasah dan fasilitas publik lainnya.

Wakaf, menurut dia, menjadi mesin bagi umat Islam di Indonesia. "Wakaf di Indonesia sangat potensial, tapi masih tertinggal. Sekarang ini mulai muncul kesadaran dan mulai ada upaya yang dilakukan," ujarnya, Kamis (27/2).

Ia berpendapat, cukup sulit mengajak masyarakat melakukan wakaf produktif karena cara berpikir masyarakat Indonesia yang masih fikih tradisional. Sebagian besar masyarakat masih menganggap wakaf harus dalam bentuk tanah yang tidak terurus atau masjid.

"Belum banyak model wakaf produktif yang berhasil dan aplikatif sehingga masyarakat belum banyak yang tahu," katanya.

Ia mencontohkan, misalnya di atas lahan wakaf yang terdapat sebuah madrasah.  Madrasah itu dihancurkan, dibangun kembali di tempat lain dan sebagai gantinya dibangun pusat bisnis. Tentu resistensi dari masyarakat akan tinggi.

Amelia mengakui, belum banyak hal yang dilakukan BWI sejak dibentuk pada 2007. BWI memfokuskan diri pada upaya mengubah paradigma praktik wakaf tradisional ke modern.

Tantangan wakaf produktif selain paradigma masyarakat adalah kapasitas mayoritas nazir (orang yang berwakaf) yang rendah. Perkembangan wakaf produktif sangat terkait dengan besarnya aset wakaf, kapasitas nazir dan modal sosial, seperti pemahaman dan kepercayaan (trust).

Ia menyebut, pertumbuhan wakaf di Indonesia mengalami tren positif. Pertumbuhannya satu hingga dua persen per tahun. Aset wakaf di Indonesia bernilai lebih dari Rp 1.100 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement