Rabu 26 Feb 2014 14:18 WIB

Eduard Petrovic, Pencarian Panjang Menemukan Hidayah (2-habis)

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Al-habib.info.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Sepanjang dua pekan terakhir di bulan Oktober 2008, Petrovic harus mengalami hari-hari terburuk dalam hidupnya.

Saat itu, ibunya mengabarkan bahwa kakeknya sedang sakit keras. Lelaki tua yang sangat ia cintai itu akhirnya tutup usia pada 30 Oktober.

“Itu menjadi hari paling menyedihkan dalam hidupku. Awal Desember di tahun yang sama, kami berangkat ke Rumania dan mengunjungi gereja untuk mendoakan kakek,” tuturnya.

Saat kembali ke tanah kelahirannya itulah, Petrovic bertemu dengan ayah kandungnya untuk pertama kalinya. Sebelumnya, sang bunda tidak pernah mengatakan apa pun tentang dirinya dan ia pun tak pernah bertanya.

Namun, perjumpaannya dengan sang ayah akhirnya mengungkap siapa lelaki itu sesungguhnya. Ayah kandungnya ternyata seorang Muslim keturunan Turki-Bulgaria.

Petrovic sempat berbincang banyak dengannya saat itu. Ia menanyakan mengapa dia dan ibunya bercerai. “Ayahku menjelaskannya dengan baik. Tak hanya itu, dia bahkan juga berbicara tentang Allah dan menceritakan kisah-kisah yang membuatku merasa lebih kuat menerima kepergian kakek,” kata Petrovic.

Setelah berada di AS lagi, awal 2009, ibunya bercerai dengan ayah tirinya. Sejak itu, mereka tinggal sendirian. Sang ibu sepertinya sangat terpukul oleh perpisahannya dengan lelaki itu. Kala itu, Petrovic sudah mulai mempelajari Islam. “Aku benar-benar menyukai cara agama ini menuntun hidup manusia.”

Petrovic mendalami Islam selama beberapa bulan lamanya. Saat liburan musim panas, tepatnya pada bulan Juli 2009, ia akhirnya memutuskan menjadi seorang Muslim. “Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya.”

Setelah melafalkan sendiri kalimat tersebut dalam bahasa Arab, ia melanjutkannya dengan mandi wajib. Mulai saat itu, Petrovic terus berusaha menjadi Muslim yang taat dan selalu menunaikan shalat setiap hari.

Saat memperoleh hidayah Allah itu, ibunya mulai berkencan dengan pria lain dan itu sangat menyakitkan hatinya. Ia benar-benar tidak siap menerima kehadiran ayah tiri lagi. Namun, Petrovic tak bisa menolak takdir itu.

Ramadhan tiba satu bulan setelah Petrovic menjadi mualaf. Ia pun mulai melaksanakan puasa pertamanya. Dan, ini menjadi awal yang sangat berat baginya. Kadang-kadang, ia harus menjalankan puasa secara sembunyi-sembunyi. “Ibuku tidak bisa menerima anaknya masuk Islam. Belum lagi suami barunya juga seorang penganut Katolik taat dan sangat membenci Muslim,” ujar Petrovic.

Ia berusaha sebisa mungkin melaksanakan shalat di masjid, walaupun juga harus sembunyi-sembunyi. “Sulit memang menjadi seorang Muslim. Tapi aku akan tetap mempertahankan keimananku karena Islam adalah agama yang besar dan menakjubkan,” begitu tekad Petrovic.

Ia merasa hidupnya jauh lebih tenteram dan damai dengan berislam. Ia menganggap semua Muslim seperti saudara-saudaraknya sendiri. “Mereka tak sungkan membantuku, meskipun kami tidak saling kenal. Ini benar-benar mengagumkan.”

Petrovic sangat berharap, suatu saat orang tuanya akan menyadari apa yang ia rasakan terutama ibunya. Ia selalu berdoa semoga sang bunda menerima hidayah Allah dan menjadi seorang Muslimah.

sumber : IfoundIslam.net
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement