REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ferry Kisihandi
Umat Islam menanggung risiko kehilangan kesakralan Makkah.
Tanggal 19 Agustus 2011, Raja Abdullah bin Abdul Aziz meletakkan batu pertama menandai renovasi besar-besaran Kompleks Masjidil Haram yang ia gagas. Proyek perluasan ini dilakukan pada area seluas 400 ribu meter persegi. Ia menyebutnya King Abdullah Expansion.
Sang raja berkeinginan Masjidil Haram lebih longgar. Dengan demikian, masjid datap menampung tambahan 1,2 juta jamaah. Pemerintah Arab Saudi mengalokasikan dana 21 miliar dolar AS untuk membiayai proyek besar tersebut.
Semua ditangani dengan menggunakan sistem mekanik dan elektrik canggih. Sejumlah jembatan dibangun menghubungkan masjid dengan tempat sai, yaitu Safa dan Marwah. Dibuat pula sistem pengelolaan sampah serta pemantauan keamanan modern.
Pembangunan Makkah Royal Clock Tower atau jam menara mengiringi perluasan Masjidil Haram. Ini menjadi menara paling tinggi kedua di dunia setelah Burj Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab. Jam raksasa ini merupakan bagian dari bangunan Makkah Clock Tower Hotel.
Tinggi bangunan mencapai 601 meter dengan 76 tingkat serta 858 kamar. Letaknya menghadap ke Masjidil Haram. Pengeras suara di menara jam menjadi pelengkap. Gunanya, untuk mengumandangkan azan. Dari sini, suara azan bisa terdengar sampai jarak tujuh km.
Pada 2020 diperkirakan seluruh proyek perluasan di Makkah dan Masjidil Haram tuntas. Pada 14 Agustus 2012 Arab Saudi juga menetapkan rencana modernisasi sistem transportasi di Makkah. Di dalamnya, termasuk jaringan bus dan metro.
Nilai proyek itu menembus angka 16,5 miliar dolar AS. Jalur metro dengan panjang 182 km dibangun di seluruh kota dengan 88 stasiun. Konstruksi proyek besar ini akan dibangun dalam waktu 10 tahun. Setahun sebelumnya, terungkap pula rencana besar lainnya.
Dalam kurun enam tahun, Pemerintah Kota Makkah bertekad membuat jalan-jalan baru di Makkah. Proyek jangka panjang lainnya di sekitar Masjidil Haram adalah pendirian hotel, pusat perbelanjaan, dan kafe. Di wilayah suburban disediakan kompleks perumahan dan taman.
Fasilitas tersebut diperuntukkan bagi warga yang direlokasi dari pusat kota. Di sisi lain, ada suara kritis mengemuka. “Hal yang kami inginkan adalah pengembangan Makkah, bukan malah mengubahnya,” ujar Sami Angawi, pendiri Pusat Penelitian Haji dan pakar Makkah.
Ketidaknyamanan ini membuat Angawi yang asli Makkah tak lagi menginjakkan kaki di kota kelahirannya itu sejak 2009. Ia tak senang dengan cara Makkah bertransformasi. Menurutnya, pembangunan kerap menggusur tempat-tempat bersejarah.
“Saya mencintai Makkah dan tak tahan melihat Kota Nabi ini dihancurkan,” kata Angawi. Ia tak keberatan dengan perluasan kapasitas Masjidil Haram. Apalagi, perluasan itu demi kepentingan jamaah. Ia mengaku tak merasa sreg dengan keberadaan jam menara.
Dalam pandangan dia, jam menara tak menunjukkan rasa hormat pada Ka’bah. “Makkah adalah jantung dunia Islam. Apa yang pemerintah kami lakukan adalah mengubah jantung itu dari yang semula bersifat natural menjadi mekanik,” kata Angawi yang kini tinggal di Jeddah.
Jam menara yang menjulang hingga 610 meter sejak 2011 berdiri di bekas benteng masa pemerintahan Turki Usmani. Benteng Ajyad itu dibangun pada 1781 untuk mengadang para bandit. Pada 2002 benteng digusur, hilang tak berbekas.
Angawi menceritakan, rumah sahabat Nabi, Abu Bakar, sekarang menjadi tempat Hotel Hilton berdiri. Sedangkan, rumah cucu Nabi diratakan untuk istana raja. “Mereka mengubah tempat suci menjadi sebuah mesin,” kata Angawi.
Menurut dia, Makkah kini merupakan kota tanpa identitas, budaya, pusaka, dan lingkungan alami. Angawi mengatakan, tak ada tempat di dunia selain Makkah yang memulai pengembangan dengan membuldozer bangunan terlebih dahulu.
Harusnya ada rancangan pembangunan baru membuldozer bangunan. Jika semuanya berhenti sekarang, belum terlalu telat. “Kalau tidak, kita akan menanggung risiko kehilangan kesakralan Makkah untuk selamanya,” kata Angawi.
Wafa Sbbet (50 tahun), Muslim asal Sydney, Australia, yang berhaji pada 2011 merasakan perasaan yang sama dengan Angawi. Desain Makkah kini tak lagi berciri Arab tradisional. Apa yang mereka buat, ujar dia, seperti bangunan-bangunan di Australia.
“Ini membuat saya tak merasa berada di Arab atau Makkah,” kata Sbbet. Direktur Islamic Heritage Research Foundation Irfan Alawi pun setali tiga uang. Menurut dia, Arab Saudi berusaha menghancurkan apa pun yang ada hubungan dengan Nabi Muhammad.
Mereka membuldozer rumah istri Rasulullah, Khadijah, cucu, dan sahabatnya. “Kini, mereka merangsek ke tempat lahir Nabi. Untuk apa? Hotel bintang tujuh,” katanya, seperti dikutip laman berita Guardian, 14 Oktober 2013.
Di kaki Pegunungan Khandama, sebelah barat Masjidil Haram, ada sebuah bangunan putih berdiri. Ini perpustakaan kecil untuk menandai tempat rumah kelahiran Nabi. Dikenal dengan nama Rumah Maulid. Bangunan tersebut terancam rencana pengembangan.
Di lokasi itu bakal dibangun tempat parkir mobil bawah tanah serta jalur metro. Dua bangunan itu diperlukan guna mengatasi membeludaknya pengunjung Makkah. Pada 2025, target kunjungan mencapai 17 juta orang.
Di seberang jalan perpustakaan, rumah istri Muhammad, Khadijah, sudah bersalin wajah. Kini, berwujud sebuah blok berisi 1.400 unit toilet umum. Sumur berusia 1.400 tahun, Bir Tuwa, tempat Nabi menghabiskan malam, pun berada dalam bahaya.
Lokasi di sekitarnya telah berdiri sejumlah hotel. Tampaknya, kata Alawi, sumur ini akan bernasib sama. Di dalam Masjidil Haram, sebelumnya ada kubah dan tiang batu berusia 500 tahun dari masa Dinasti Abbasiyah. Tapi, sekarang sudah dihancurkan tak berbekas.
Tiang batu berisi pahatan puisi yang mengisahkan perjalanan Nabi Muhammad serta situs-situs haji. Di sebelah utara Masjidil Haram, tepatnya area Shalmiya, lahan 400 ribu meter persegi dipakai untuk memperluas tempat shalat.
Tempat baru ini bisa menampung 1,2 juta jamaah per tahun. Proyek ini ditebus dengan harga mahal. Shalmiya, bagian paling bersejarah di kota tua Makkah, lenyap. Semua telah rata dengan tanah. Warga yang hidup dari satu generasi ke generasi lain di Shalmiya direlokasi.
Ia menyatakan, hotel-hotel mewah bakal berdiri di sejumlah proyek dekat Masjidil Haram. Tak hanya jam menara, tetapi juga proyek lain, seperti Jabal Khandama. “Ini kisah akhir Makkah. Lalu untuk apa?” tanya Alawi.
Sebagian besar hotel yang sudah berdiri dekat Masjidil Haram hanya terisi setengahnya. Mal-mal juga kosong. Sebab, sewa ruangan di sana terlalu mahal bagi bekas pedagang di kios Pasar Seng yang sudah digusur.
Namun, sejak awal Raja Abdullah menegaskan, perluasan Masjidil Haram merupakan kewajiban agama. Perluasan perlu untuk menampung jamaah haji yang membeludak. “Kami telah meletakkan batu pertama renovasi Masjidil Haram dan proyek lainnya.”
Langkah sang raja memperoleh dukungan ulama senior Arab Saudi Syekh Saad bin Nasser al-Shathri. Dalam pemberitaan Guardian, 4 Oktober 2013, ia meminta Muslim dunia mendukung proyek perluasan Masjidil Haram yang sedang berjalan.