Jumat 21 Feb 2014 12:13 WIB

Menjadikan Islam Sebagai Payung Ideologi

 Istana Balla Lompoa Gowa, Sulawesi Selatan.
Foto: Antara/Yusran Uccang
Istana Balla Lompoa Gowa, Sulawesi Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah berislam, Kerajaan Gowa-Tallo semakin besar hingga menguasai Sulawesi Selatan. Islam menjadi agama resmi kerajaan. Syariat Islam pun menjadi dasar kerajaan. Dari situ kemudian Gowa-Tallo menyebarkan Islam ke penjuru Sulawesi.

Bagaimana Islam menguatkan kekuasaan Gowa-Tallo? Wartawan Republika Afriza Hanifa mewawancarai Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Andi Rasyid Asba. Berikut kutipannya.

 

Bagaimana perkembangan Islam di Sulawesi saat Gowa-Tallo berkuasa?

Sekarang itu dalam rangka penulisan secara objektif. Yang selama ini berkembang, yakni tiga dato’ asal Aceh (Melayu) yang menyebarkan Islam ke Makassar. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa ternyata pengaruh Ternate lebih dahulu (masuk ke Makassar) daripada Aceh. Abad ke-13 Ternate sudah masuk ke sana dari pedagang Arab karena Ternate menjadi pusat rempah-rempah. Jadi, saya kira perkembangan Islam dari Melayu itu tidak begitu benar. Ada pengaruh Ternate juga.

 

Jadi, mana yang lebih dominan pengaruhnya, Melayu atau Ternate?

Saya kira Melayu itu hanya selalu mengaitkan tiga dato’ yang datang tersebut. Tapi, kalau dilihat siapa yang paling berpengaruh Islam, ya dari Melayu. Apalagi, kalau kita lihat bukti-bukti sejarah bahwa antara Gowa dan Ternate juga terjadi persaingan. Mengapa Ternate tidak begitu ditonjolkan?

Sebab, Ternate lebih dahulu mengenal Islam (ketimbang Gowa). Gowa tidak mau menerima Islam kalau ada kekuasaan di belakangnya. Tiga dato’ itu, kan nggak ada di belakangnya, apakah Sultan Aceh atau siapa. Atas nama dato’ saja tidak ada kerajaan yang mem-back up. Jadi, ada semacam kegengsian.

 

Sejauh mana penyebaran ideologi Islam yang dilakukan Gowa? Apakah mencapai seluruh Indonesia Timur?

Mengapa Gowa menjadi suatu kerajaan yang menguasai Indonesia Timur, bahkan juga sebagian Kalimantan dan Sumatra? Karena, Islam menjadi payung ideologi. Kebesaran Gowa itu karena menjadikan Islam sebagai ideologi. Maka, secara otomatis Ternate kemudian menerima, Kesultanan Banjarmasin juga menerima. Jadilah, pengaruhnya sangat besar. Semua kerajaan yang berideologi Islam dipayungi Gowa. Karena perdagangan juga bisa kuat jika memiliki ideologi yang sama. Perdagangan Bugis Makassar kuat karena menjadikan Islam sebagai payung ideologi.

 

Bagaimana Gowa menerapkan Islam sebagai ideologi? Apakah dengan menjadikannya agama resmi kerajaan ataukah karena menjadikan syariat Islam sebagai dasar negara?

Gowa, kalau kita lihat pada periode 1580-an, sudah ada pedagang Islam di Makassar. Islam menjadi agama resmi di Gowa baru pada 1605. Kita melihat, Islamisasi di sini mengandung tiga makna. Pertama, masuknya pedagang beragama Islam. Kedua, adanya orang-orang dalam yang menerima pedagang tersebut. Ketiga, diterimanya Islam menjadi agama resmi kerajaan.

 

Tadi disebutkan Gowa memayungi kerajaan Islam, mana saja itu?

Itulah sebenarnya dasar dari persebaran Bugis Makassar. Jauh sebelum itu memang sudah ada hubungan perdagangan. Perdagangan inilah yang membuat Islam dapat berkembang. Jadi, kalau kita lihat, Hindu berkembang dibawa oleh Brahmana. Adapun Islam dibawa oleh pedagang, bukan kiai. Karena tujuan utamanya berdagang maka tidak terlalu murni sebagai syariat. Sifatnya fleksibel karena dilakukan pedagang, bukan mubaligh.

 

Bagaimana dengan tiga dato’ yang dikirim kepada para raja? Apakah mereka hanya mengislamkan elite kerajaan saja, bukan masyarakatnya? Apa pedagang yang sebenarnya lebih dominan menyebarkan dakwah di tengah masyarakat Makassar?

Konsep pengislaman di nusantara, kalau raja sudah menerima maka secara otomatis rakyatnya bisa menerima. Perangkat kerajaan dan rakyatnya menerima. Itu menjadi kunci utama. Islamisasi sebetulnya melalui waktu yang cukup panjang. Kalau Islam diterima setelah Raja Gowa berislam, itu merupakan politik.

Islam diterima hingga (rakyat) bawah itu karena ada proses pemurnian. Setelah ratusan tahun, Islam baru benar-benar menyebar hingga pedalaman. Tapi, kalau konteksnya politik, ya saat diterima sebagai agama resmi kerajaan. Ada paham bahwa suara raja adalah perwakilan Tuhan di bumi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement