Selasa 18 Feb 2014 21:23 WIB

Tiap Generasi MembutuhkanTafsir Baru (2-habis)

Ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ilustrasi

Oleh: Afriza Hanifa

Pada periode tengah, tafsir Alquran di Indonesia dikembangkan (diajarkan) dengan menggunakan kitab tafsir klasik Jalalain karya Jalaluddin al-Nahalli dan Jalaluddin as-Suyuti yang penjelasannya masih bercorak ijmali (global).

Pada periode pramodern kajian tafsir Indonesia tidak beranjak dari periode tengah, yaitu dengan menggunakan kitab klasik tersebut.

Perbedaannya, pada periode ini penerjemahan kajian tafsir dilakukan secara tertulis. Adapun pada periode modern di permulaan abad ke-19, kajian tafsir di Indonesia mulai ditambahkan dengan menggunakan tafsir karya pemikir Islam modern.

Tantangan zaman

Kementerian Agama berusaha menghasilkan karya tafsir yang dapat menjawab tantangan zaman sebagaimana yang dibutuhkan masyarakat. Hadirnya tafsir tematik dan ilmi merupakan salah satu upaya tersebut.

Menteri Agama RI Suryadharma Ali saat membuka acara Mukernas Ulama Alquran menyampaikan, seiring dengan makin kompleksnya kehidupan yang begitu dinamis, masyarakat Muslim Indonesia membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap Alquran.

Semangat keberagamaan masyarakat yang dirasa semakin meningkat pun semestinya diimbangi dengan pengetahuan dan tradisi ilmiah yang kuat.

“Oleh karenanya, Kementerian Agama menaruh perhatian yang besar terhadap keberadaan terjemah dan tafsir Alquran dengan mengusahakan penyusunan terjemah maupun tafsir dengan berbagai variannya,” ujarnya.

Dalam Tafsir tematik, misalnya, Kemenag memilih tema yang menjadi persoalan masyarakat. Kepala Pusat Litbang Kehidupan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kemenag Nur Kholis Setiawan mengatakan, tema-tema yang ditulis merupakan beberapa persoalan yang ditemukan di Indonesia. Nikah beda agama, misalnya, merupakan salah satu isu penting sekaligus melahirkan kontroversi di tengah masyarakat Muslim.

Demikian pula tema mengenai jihad melawan korupsi yang merupakan salah satu persoalan yang amat serius di Indonesia. Juga, tentang etika lingkungan, mengingat preservasi lingkungan merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat, termasuk di dalamnya agamawan kitab suci.

 

Adapun tafsir ilmi, menurut Pengasuh Ponpes Darussunnah Ciputat KH Ali Mustafa Yaqub, masih bersifat kontroversi. Adapun tematik tak menjadi masalah. Tafsir ilmi ada di kalangan ulama yang mendukung, ada pula yang tidak. Karena, sebenarnya dianggap tidak terlalu akurat. Terlalu jauh sampai mengartikan semua perkara dunia ada di Alquran.

“Ini seperti kambing hilang pun dapat dicari di Alquran. Kontroversiallah. Kalau tematik, nggak ada masalah, hanya subjek-subjek,” ujarnya saat menghadiri acara mukernas.

Namun, secara umum, Ali Mustafa mengapresiasi produk tafsir yang diupayakan Kemenag. “Bagus untuk pengetahuan,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement