REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amri Amrullah
Pemisahan pengelolaan dana haji diusulkan lewat RUU
JAKARTA -- Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Anggito Abimanyu menginginkan pengelolaan keuangan haji terpisah dari direktorat yang dipimpinnya tersebut.
Jika Direkorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah melepaskan fungsi pengelolaan dana haji, ujarnya, maka profesionalitas pengelolaan dana haji akan meningkat.
"Stafnya pun akan lebih profesional tentunya dalam mengelola dana haji," ujar Anggito kepada Republika, Ahad (16/2).
Ia mengungkapkan, sebenarnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Keuangan Haji yang sedang diusulkan ke DPR sudah mengatur pemisahan tersebut. "Di RUU itu, pengelolaan keuangan haji akan terpisah dari Ditjen PHU Kemenag," ungkapnya.
Menurutnya, lembaga pengelola akan berbentuk badan seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Namun, kata dia, hal itu tergantung dari proses yang ada di DPR saat ini. Ia berharap RUU ini sudah bisa disahkan menjadi undang-undang sebelum masa periode DPR habis di 2014.
Ia menjelaskan, dengan adanya badan tersendiri yang mengatur pengelolaan keuangan haji, koordinasi dengan Kemenag tetap berjalan.
Menurutnya, kebijakan tetap ada di Ditjen PHU, sedangkan operasional pengelolaan dana haji berada di badan pengelola tersebut.
Sikap Anggito didukung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Wakil Ketua BPK Hasan Bisri menyarankan agar pengelolaan dana jamaah haji dilakukan badan layanan umum (BLU).
Sehingga, pengaturan dana haji saat ini yang terus mendapat sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa diperbaiki.
Menurutnya, tugas pengelola haji sebagian besar mengatur dana terkait dengan pemondokan, transportasi, katering dan berbagai manajemen persiapan haji lainnya.
Sementara, otoritas terkait saat ini, yakni Ditjen PHU, sebenarnya tak terlalu fokus kepada penyelenggaraan ibadah. Ditjen PHU hanya mengatur masalah manasik dan petugas haji.
"Karena itu ada baiknya pihak penyelenggaraan haji ini dikelola secara prinsip nonprofit tapi mengarah ke korporasi seperti badan layanan umum," ujarnya.
Menurutnya, BLU pengelolaan dana haji membutuhkan fund manager berpengalaman sehingga dana jamaah menjadi aman juga menghasilkan return yang optimal.
Dengan BLU, ujarnya, pengelolaan dana haji akan lebih profesional seperti di Malaysia dan beberapa negara lain yang mempraktikkan BLU haji.
Hasan menjelaskan, BLU tidak perlu dibentuk baru. Ditjen PHU yang sudah ada di Kementerian Agama (Kemenag) bisa dipisahkan sebagai BLU dan masih di bawah Kemenag. Dengan demikian, otoritas penyelenggara haji saat ini tidak perlu menggunakan sumber daya manusia baru.
Selama ini, ujarnya, hambatan rutin yang dialami Ditjen PHU adalah penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) yang setiap tahun harus melibatkan DPR.
Akibatnya, biaya sewa pemondokan tidak bisa dilakukan untuk jangka panjang karena selalu bergantung pada BPIH.
Hal tersebut menjadi masalah haji setiap tahunnya. Termasuk, ujarnya, adanya indikasi penyalahgunaan tender pengadaan barang dan jasa seperti temuan KPK.
Dengan adanya BLU ini, kata dia, BPIH cukup ditentukan oleh presiden dalam keputusan presiden (kepres) melalui usulan Kementerian Agama (Kemenag).
"Sehingga, kontrak pemondokan yang sudah baik, dengan jarak dekat dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bisa berlangsung jangka panjang," paparnya.
Anggota DPR RI Komisi VIII, Achmad Rubaei, menilai, pembentukan badan baru bukan solusi perbaikan pengelolaan dana haji.
Menurut anggota dari Fraksi PAN ini, pembentukan BLU penyelenggaraan haji tidak akan serta-merta membuat pelayanan dan pengelolaan dana haji menjadi lebih baik.
Kisruh dana haji terkuak tatkala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi mencurigakan hingga Rp 230 miliar dari pengelolaan dana haji tahun 2004 hingga 2012.
Dalam kurun waktu tersebut, dana haji yang dikelola mencapai Rp 80 triliun dengan imbal hasil sekitar Rp 2,3 triliun per tahun.
Tak kurang, Irjen Kemenag Muhammad Jasin mengungkapkan beberapa inisial pejabat Kemenag yang menyelewengkan dana tersebut untuk membeli rumah dan mobil pribadi.