Ahad 16 Feb 2014 21:26 WIB

BPK Usulkan Pengelolaan Haji Menjadi BLU

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Jamaah haji Indonesia.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Jamaah haji Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Mengusulkan pengelolaan haji dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU). Usulan ini terkait upaya peningkatan keprofesionalan penyelenggaraan haji di tanah air, termasuk pengelolaan dana haji yang terus mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Wakil Ketua BPK, Hasan Basri mengatakan pengelolaan haji hampir sebagian besar mengatur pengelolaan dana yang terkait dengan pemondokan, transportasi, katering dan berbagai manajemen persiapan haji lainnya. Menurut dia, hanya beberapa hal terkait ibadah haji itu sendiri seperti manasik dan petugas haji.

"Karena itu ada baiknya pihak penyelenggaraan haji ini dikelola secara prinsip non profit tapi mengarah ke korporasi seperti Badan Layanan Umum," ujar Hasan kepada ROL, Ahad (16/2).

Di BLU ini mereka yang dibutuhkan yang berpengalaman sebagai fund manager, dengan tujuan pengelolaan yang aman dan menghasilkan return yang optimal. Karenanya, jelas dia, dengan dibentuknya BLU penyelenggara haji, maka pengelolaan dana haji akan lebih profesional layaknya yang dilakukan Malaysia dan beberapa negara lain.

Ia mengusulkan tidak perlu membentuk ulang, akan tetapi Direktorat Penyelenggaraan Haji Umrah (PHU) yang sudah ada di Kementerian Agama (Kemenag) bisa dipisahkan sebagai BLU di bawah Kemenag. Dengan demikian, tidak perlu menggunakan Sumber Daya Manusia baru.

Usulan Hasan ini juga merujuk di beberapa Kementerian yang sudah ada BLU di dalamnya, seperti beberapa universitas negeri di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Kementerian Kesehatan. "Dengan demikian fungsi Kemenag hanya memantau seberapa profesional BLU itu mengelola dana haji," ungkapnya.

Dengan BLU pengelenggaraan haji ini, jelas dia, pengelolaan dana haji pun semakin fleksibel dan tetap terkontrol asalkan tetap ada koridor aturan yang harus diikuti secara ketat. Hasan juga merujuk hambatan setiap tahun yang dialami PHU adalah penetapan BPIh yang setiap tahun harus melibatkan DPR.

Akibatnya, menurut dia, biaya sewa pemondokan tidak bisa dilakukan untuk jangka panjang, karena selalu terkait dengan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun ditetapkan. Dan inilah yang menjadi masalah penyelenggaraan haji setiap tahunnya, termasuk adanya indikasi penyalahgunaan tender pengadaan barang dan jasa seperti temuan KPK.

Dengan adanya BLU ini, kata dia, BPIH cukup ditentukan oleh Presiden dalam Keputusan Presiden (Kepres) melalui usulan Kementerian Agama (Kemenag). "Sehingga kontrak pemondokan yang sudah baik, dengan jarak dekat dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi bisa berlangsung jangka panjang," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement