Jumat 14 Feb 2014 13:55 WIB

Fukushima Toshiya: Islam Mengubah Jalan Hidup Saya (1)

Rep: C54/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

Yang paling dia sukai dari Islam adalah ajaran Tuhan itu satu (esa).

Perjumpaan Republika dengan Fukushima Toshiya tanpa kesengajaan di suatu festival kebudayaan Jepang yang digelar di Kota Bogor, beberapa waktu lalu.

Ketika itu, lelaki kurus 55 tahun tersebut tengah sibuk di balik meja, menggurat-guratkan kuasnya di kanvas. Dia melayani para pengunjung festival yang ingin nama mereka diabadikan dalam bentuk aksara Jepang.

Di stan sederhana itu, Toshiya menjadi juru shodo, seni kaligrafi khas Negeri Sakura. Dibantu sang istri, Asniar Surbakti (49), yang seorang pribumi, Toshiya tampak ramah melayani para pelanggannya.

Kepada Asniar, awalnya Republika sebatas menanyakan ini-itu tentang shodo dan beragam pernak-pernik Jepang yang mereka jajakan. Semakin lama, tema percakapan terasa semakin menarik.

Sudah barang tentu hal yang menarik adalah mengetahui si master shodo ternyata seorang mualaf. Lantas, mulailah Republika mengorek cerita yang lebih pribadi tentang keluarga berbeda bangsa itu.

Di sela aktivitasnya melayani para konsumennya, Asniar yang seorang guru bahasa Jepang di sejumlah sekolah swasta itu berbagi cerita tentang suaminya.

Menurut pengakuan Asni, panggilan wanita asal Brastagi, Sumatra Utara, itu, perkenalannya dengan Toshiya terjadi di Medan sekitar 2003. Ketika itu, dalam rangka penelitian untuk karya tulis program magister bahasa Jepangnya di Universitas Sumatera Utara (USU), Asni menjalin pertemanan dengan seorang penutur asli bahasa Jepang.

Sayang, sang teman Jepang yang sangat dia harapkan bantuannya itu tak terlalu bisa diandalkan karena kebiasaannya mabuk-mabukan, sebagaimana gambaran pria Jepang pada umumnya. Beruntung, lewat teman Jepangnya yang pemabuk itu Asni berkenalan dengan Fukushima, orang Jepang lain yang menurutnya relatif lebih bisa diandalkan.

Berawal dari urusan akademis, hubungan keduanya semakin romantis. Janda dan duda itu saling jatuh hati. Sayangnya, niat yang terbersit di hati keduanya untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan terbentur urusan keyakinan.

Sehebat apa pun Asni mencintai Fukushima, dia tidak bisa hidup dengan seorang yang berlainan agama. Untuk diketahui, Fukushima ketika itu adalah seorang penganut Buddha.

Tak ingin kehilangan perempuan yang dikasihinya, lelaki yang pernah bekerja di perusahaan otomotif ternama di negaranya itu mengalah dan mau mengucap syahadat untuk menjadi seorang Muslim.

Tapi,sangat disesalkan, setelah pernikahan, Asni menyadari suaminya itu tidak benar-benar hijrah membawa hatinya menuju Islam. Dia tidak mau menjalankan shalat, juga ritual keislaman lainnya. Bahkan, dalam suatu pertengkaran, Asni mengaku Fukushima sempat bersumpah-serapah yang menyinggung keyakinannya.

"Mana Tuhanmu itu. Kalau dia ada, coba minta digolkan proyek kita," tutur Asni menirukan kata-kata suaminya. Kala itu, Asni dan Fukushima memang tengah mengupayakan suatu peruntungan bisnis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement