Kamis 13 Feb 2014 11:47 WIB

Azan Jumat Sekali atau Dua Kali?

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Seorang muazin saat mengumandangkan azan di salah satu masjid di Jakarta.
Foto: Republika/Agung Supri
Seorang muazin saat mengumandangkan azan di salah satu masjid di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Sejak masa Rasulullah SAW sampai masa pemerintahan Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 MM),  azan untuk salat Jumat dikumandangkan hanya satu kali, yakni setelah imam naik mimbar untuk berkhotbah.

Sedangkan ikamat dikumandangkan setelah imam selesai berkhotbah dan akan melakukan salat berjamaah.

Pada masa Usman bin Affan (644-656 M), saat umat Islam semakin bertambah banyak sebagai hasil penaklukan yang dilakukan Umar bin Khattab ke berbagai daerah, Usman berinisiatif menambah azan menjadi dua kali.

Azan pertama dilakukan di tempat suara bisa terdengar lantang. Setelah itu muazin diam sejenak. Sedangkan azan kedua dilakukan setelah imam naik mimbar untuk berkhotbah.

Sahabat Rasulullah SAW, As-Saib bin Yazid meriwayatkan, seruan untuk shalat Jumat sebagaimana yang terdapat dalam surah al-Jumuah (62) ayat 9 bukan berarti seruan azan. tetapi bermakna seruan imam ketika berkhotbah.

Panggilan berikutnya dilakukan dengan bacaan ikamah (HR Ibnu Huzaimah). Kalimat “qad qamatis salah” dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu Dawud, Imam Ibnu Majah, Imam at-Tirmizi, dan Ibnu Khuzaimah berarti ikamah.

Azan dan ikamat disebut dengan istilah al-azanain (dua azan), sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “baina kulli azanain salah” (antara azan dan ikamah ada shalat sunah).

Hal ini sesuai dengan kebiasaan bangsa Arab dalam menyebut dua yang sejenis dan sejalan dengan satu sebutan, seperti al-walidain (ayah dan ibu) atau sunnah al-Umarain (sunah Abu Bakar dan Umar bin Khattab).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement