REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: KH Didin Hafidhuddin
Allah SWT berfirman dalam QS ar-Ruum (30): 24, ''Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.''
Telah sama-sama kita ketahui, pada Januari setiap tahunnya hujan turun dengan lebat di berbagai kota di wilayah nusantara, termasuk di Ibu Kota Jakarta dan juga di negara-negara lain.
Pada satu sisi, turunnya air hujan merupakan dambaan setiap makhluk, apalagi manusia. Karena, dengan air hujan manusia dan hewan mendapatkan suplai air minum yang tidak terbatas.
Tanaman dan pepohonan, baik yang tumbuh sendiri maupun yang sengaja ditanam manusia tumbuh dengan cepat dan kemudian bisa dinikmati hasilnya. Dengan turunnya air hujan, lingkungan dan ekosistemnya akan terjaga dengan baik.
Pendeknya, ketergantungan kehidupan di dunia ini pada air hujan sangat tinggi. Pada sisi lain, hujan lebat yang terus-menerus menimbulkan berbagai macam musibah, seperti yang terjadi sekarang ini.
Longsor dan banjir di berbagai daerah telah merenggut korban jiwa dan kerugian materiil yang sangat banyak. Jalan dan jembatan banyak yang terputus.
Kompleks-kompleks perumahan (bahkan kompleks perumahan mewah) tergenang air yang cukup tinggi. Bahkan, stasiun kereta api tidak luput dari genangan air.
Melalui ayat tersebut (QS ar-Ruum (30): 24), Allah mengingatkan kita tentang dua isyarat dari turunnya air hujan, yaitu khaufan (menakutkan dan mengerikan) dan thama’an (menggembirakan dan memberikan harapan).
Semua itu merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah. Dialah Zat yang menentukan dan menurunkan air hujan, kapan dan di manapun Dia kehendaki.
Manusia hanya bisa memprediksi dan memperkirakan berdasarkan fenomena yang terjadi pada langit dan awan yang bergerak di atas. Karena itu, kepastian turunnya hujan merupakan salah satu dari lima kunci-kunci gaib.
Ini seperti diungkapkan QS Luqman (31): 34, Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang kiamat dan Dia-lah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan, tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan, tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Rekayasa air hujan dengan jalan menggiring atau menembaknya ke arah tertentu hanyalah sedikit dan kecil pengaruhnya dengan biaya yang cukup besar.
Apa yang terjadi saat ini menggambarkan, turunnya air hujan tidak bisa dikendalikan kemampuan akal manusia, ilmu, dan teknologi secanggih apa pun.
Bagi orang yang beriman, turunnya air hujan adalah bagian sunnatullah dan merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang absolut.
Tugas kita adalah bahu-membahu dan kerja sama dalam meringankan beban saudara-saudara kita yang mendapatkan musibah. Sambil, terus memperbaiki infrastruktur yang dibutuhkan.
Misalnya, membuat bendungan yang kokoh, memperbanyak daerah resapan air, memperbesar dan mengeruk danau-danau untuk menampung air, memperbaiki jembatan dan jalan, serta tidak membuang sampah sembarangan, apalagi dalam jumlah besar.
Tidak kalah pentingnya, terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, bukan malah memperbanyak maksiat dan kedurhakaan. Wallahu a’lam bish shawab.